Lembaga survei Poltracking Indonesia menyatakan mundur dari keanggotaan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Keputusan ini muncul setelah dewan etik Persepi menjatuhkan sanksi terhadap Poltracking Indonesia, buntut perbedaan hasil survei elektabilitas tiga paslon Pilkada Jakarta antara Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
“Kami merasa diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar bukan karena melanggar etik,” kata Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (5/11).
Masduri menilai pihaknya merasa sejak awal ada anggota dewan etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia.
“Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta,” kata Masduri dikutip Antara.
Dia menambahkan, Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas, namun pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas.
“Telah 10 tahun Poltracking bergabung bersama Persepi. Sejauh ini kami cukup bersabar dengan dinamika internal organisasi,” katanya.
Masduri menilai dewan etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking di Pilkada Jakarta 2024.
Menurut dia, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Tapi, tidak dijelaskan bagaimana dan kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik.
Hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik, padahal hal itu penting untuk disampaikan ke publik, tetapi dewan etik Persepi tidak melakukannya
“Salah satu pembahasan yang muncul pada saat pertemuan dewan etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa Primary Sampling Unit (PSU) sekitar 60 PSU (50 persen) Survei LSI di Pilkada Jakarta. Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data,” kata dia.
Dia juga menyoroti sikap dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking. Padahal, pihaknya sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.
Ia merinci bahan mentah (raw) data sudah dikirimkan ke dewan etik, tetapi dewan etik meminta bahan mentah dari “dashboard” supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal.
“Itu sudah kami serahkan semua. Kami hanya diminta kalau ada tambahan keterangan dikirim dan kami sudah mengirimkan pada tanggal 31 Oktober 2024. Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran ‘raw’ data dari dashboard,” ucapnya.
Poltracking Indonesia juga sudah menjelaskan ke dewan etik Persepi bahwa surveinya sepenuhnya menggunakan aplikasi, bukan lagi survei manual menggunakan kuesioner kertas.
Sehingga, tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dengan “raw” data kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik.
“Kami tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang hal ini,” ujarnya.
Masduri juga menganggap keputusan dewan etik tidak adil karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI.
Ia mengklaim Poltracking sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data.
Dalam konteks perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta, Masduri turut menyoroti tiga hasil survei yang dilakukan anggota Persepi dalam waktu yang berdekatan. Survei LSI, juga berbeda dengan Parameter Politik Indonesia (PPI). Padahal periode survei LSI dan PPI hanya berjarak empat hari.
Masduri juga mempertanyakan mengapa Persepi hanya memanggil Poltracking dan LSI kemudian sudah mengambil keputusan.
“Sementara PPI tidak ikut disidang sebagaimana Poltracking dan LSI. Padahal hasil survei PPI mirip dengan survei Poltracking. Dewan etik Persepi mestinya bersikap adil dan imparsial. Memposisikan seluruh anggota Persepi secara setara,” kata Masduri.
Sebelumnya, dewan etik Persepi menjatuhkan sanksi kepada Poltracking Indonesia tidak diizinkan mempublikasikan hasil survei tanpa mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik Persepi.
Sanksi dijatuhkan setelah Persepi menyelesaikan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia.
“Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,” dikutip dari rilis Persepi.
Dalam survei LSI menunjukkan elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno tertinggi di Pilkada Jakarta 2024 dengan 41,6 persen. Disusul Ridwan Kamil-Suswono di posisi kedua dengan 37,4 persen dan Dharma-Kun di posisi paling buncit dengan 6,6 persen.
Survei LSI dilaksanakan pada 10-17 Oktober 2024 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dengan menggunakan metode multistage dengan tingkat margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara Poltracking Indonesia menyebutkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono mencapai 51,6 persen.
RK-Suswono unggul dari paslon nomor urut tiga, Pramono Anung-Rano Karno di urutan kedua dengan elektabilitas sebesar 36,4 persen. Lalu di urutan ketiga ada Paslon nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardhana dengan 3,9 persen.
Survei Poltracking dilakukan pada 10-16 Oktober 2024 terhadap 2.000 responden warga DKI yang memiliki hak pilih berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.
Survei itu menggunakan metode multi stage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.