Pembentukan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan. Keppres itu diteken oleh Presiden Prabowo Subianto di Jakarta, 3 Januari 2025. Satgas akan langsung bertanggungjawab kepada presiden.
Dalam Keppres tersebut, Prabowo menyatakan percepatan hilirisasi menyasar sektor-sektor seperti mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, pertanian, kehutanan, serta kelautan dan perikanan. Hilirisasi di sektor-sektor itu bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas-komoditas yang diproduksi di dalam negeri.
Selain itu, Satgas juga dibentuk untuk percepatan ketahanan energi nasional melalui ketersediaan dan kebutuhan energi dalam negeri baik yang berasal dari minyak dan gas bumi, batubara, terbarukan.
Dalam percepatan hilirisasi, satgas akan melakukan beberapa hal. Di antaranya, mendorong peningkatan koordinasi perumusan kebijakan dengan kementerian/lembaga atau pemerintah daerah. Lalu, merumuskan dan menetapkan standar prioritas kegiatan usaha, ketersediaan pembiayaan dan penerimaan negara.
Kemudian, satgas berwenang untuk berkoordinasi terkait dengan percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional, kemudian memberikan rekomendasi percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional yang harus segera ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga, dan/atau pemerintah daerah.
Setidaknya ada delapan tugas utama satgas, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, yaitu pertama, meningkatkan koordinasi perumusan kebijakan/regulasi dengan kementerian/lembaga dan/atau pemerintah daerah; kedua, merumuskan dan menetapkan standar prioritas kegiatan usaha, ketersediaan dan penerimaan negara.
Ketiga, satgas bertugas memetakan, mengusulkan, dan menetapkan wilayah usaha yang memiliki potensi untuk percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional; keempat, satgas bertugas membuat perencanaan, perubahan, dan pemanfaatan tata ruang darat dan laut, serta perolehan dan pemanfaatan lahan/kawasan hutan untuk percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional.
Kelima, satgas bertugas mengidentifikasi dan merekomendasikan proyek-proyek strategis hilirisasi dan ketahanan energi nasional yang dapat dibiayai oleh perbankan, lembaga keuangan non-bank, dan/atau APBN.
Keenam, satgas dapat memutuskan secara cepat permasalahan dan hambatan (debottlenecking) yang menjadi kendala; ketujuh, melaksanakan percepatan penyelesaian hukum; kedelapan, satgas dapat memberikan rekomendasi administratif kepada pimpinan kementerian/lembaga, dan/atau pemerintah daerah terhadap pejabat/pegawai yang menghambat percepatan hilirisasi dan ketahanan energi nasional.
Dalam keppres yang sama, satgas diwajibkan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden melalui Ketua Satgas paling sedikit satu kali dalam waktu enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Sementara itu, untuk segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas Satgas, dananya bersumber dari APBN Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Keppres tersebut, Prabowo secara resmi menunjuk Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Bahlil akan dibantu oleh enam wakil ketua yang dijabat oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
Susunan anggota pelaksana, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Keppres itu, ditetapkan lebih lanjut oleh Ketua Satgas. Kemudian, kerja-kerja Satgas juga bakal dibantu oleh sekretariat yang bertugas memberikan dukungan teknis dan administrasi.
Sekretariat itu berkedudukan di Kementerian ESDM dan dipimpin oleh kepala sekretariat. Susunan organisasi sekretariat nantinya ditetapkan lebih lanjut oleh Ketua Satgas.