Ketidaknetralan aparat penegak hukum khususnya kepolisian masih menjadi persoalan serius pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Pakar hukum tata negara, Feri Amsari meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas para aparat penegak hukum yang tidaak netral.
Feri mengulas penyataan sikap Presiden Prabowo yang memastikan tidak akan ikut campur atau cawe-cawe pada Pilkada kali ini.
“Ya haruslah (Prabowo bersikap tegas). Kan tidak hanya pernyataan sikap, tetapi juga kemudian perbuatan,” kata Feri usai diskusi bertajuk ‘Demokrasi yang Tergerus Pasca-Reformasi 98, Residu Rezim Jokowi Cawe-Cawe MK, Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024’ di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (6/11).
Feri pun mengungkapkan dua kemungkinan dari peryataan sikap Presiden Prabowo soal tidak ikut campur dalam Pilkada. Dalam hal ini, dikaitkan dengan aparat penegak hukum atau kepolisian.
“Kalau dilihat hirarki tindakan pelanggaran Pilkada, ada dua kemungkinan. Satu, ada bawahan presiden yang menentang presiden.
Kedua, presiden bisa saja bermain gimmick. Perintahnya A, tetapi yang di bawah tangan lain lagi. Mana yang benar?” ujar Feri.
Meski begitu, Feri menaruh harapan bahwa aparat di seluruh lapisan tingkatan menjalankan perintah presiden untuk menjaga netralitas dan tak melakukan intervensi pada Pilkada.
“Mudah-mudahan presiden memerintahkan sesuai dengan apa yang dikatakan dan tidak ada aparat bawahannya yang bermain mata,” imbuhnya.
Feri juga menyinggung soal aturan di dalam undang-undang yang telah mengatur soal netralitas aparat dan ASN di dalam Pemilu. Termasuk, sejumlah sanksi yang bakal diterima bagi para aparat dan ASN yang berani melakukan pelanggaran.
“Di dalam undang-undang kan mereka dilarang untuk berpihak. Tidak hanya bisa dipindahkan, diturunkan jabatan, bahkan bisa diberhentikan. Bahkan bisa dipidana. Sekarang patuhi undang-undang atau tidak? Itu saja. Atau kita mengabaikan proses kecurangan ini terjadi dan mengabaikan ketentuan undang-undang,” tegas Feri.