Intime – PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) membantah tuduhan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara yang menyebut operasional perusahaan menjadi penyebab bencana banjir dan longsor di kawasan Tapanuli serta melakukan alih fungsi hutan di Ekosistem Batang Toru.
Corporate Communication Head TPL, Salomo Sitohang, menegaskan bahwa seluruh kegiatan Perseroan telah dijalankan sesuai izin, regulasi, dan ketentuan pemerintah. Ia mengatakan Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) yang dikelola perusahaan merupakan program kemitraan dengan masyarakat sekitar.
“Program ini bertujuan menjadikan lahan tidak produktif menjadi lahan yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekaligus manfaat lingkungan. Seluruhnya dijalankan melalui penilaian kelayakan dan kepatuhan pada Sustainability Policy Perseroan,” ujar Salomo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (1/12).
Ia menambahkan, seluruh operasional perusahaan dilakukan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, terdokumentasi, serta diawasi secara konsisten.
Salomo juga menjelaskan bahwa luas Ekosistem Batang Toru mencapai sekitar 176.619 hektare. Dari total luasan tersebut, areal PKR binaan TPL hanya 168,5 hektare atau 0,095 persen.
“Fakta ini membantah klaim adanya alih fungsi hutan alam menjadi PKR hingga ribuan hektare,” ujarnya.
Menurutnya, setiap usulan area kerja sama dari masyarakat tetap harus melalui penilaian kelayakan teknis, legal, sosial, dan lingkungan sesuai kebijakan keberlanjutan perusahaan.
Sebelumnya, Walhi Sumut menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis berupa banjir dan longsor yang melanda kawasan Tapanuli sejak Selasa (25/11/2025). Ketujuh perusahaan itu beroperasi di atau sekitar Ekosistem Batang Toru yang menjadi habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.
Dirut Walhi Sumut, Rianda Purba, menyebut tujuh perusahaan tersebut antara lain PT Agincourt Resources (tambang emas Martabe), PT North Sumatera Hydro Energy (PLTA), PT Pahae Julu Micro-Hydro Power (PLTMH), PT SOL Geothermal Indonesia, PT Toba Pulp Lestari Tbk (unit PKR), PT Sago Nauli Plantation (perkebunan sawit), dan PTPN III Batang Toru Estate (perkebunan sawit).
“Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Rianda dalam keterangannya, Jumat (28/11).

