PTIK Beberkan Strategi Hadapi Radikalisme: Sasar Pendidikan hingga Riset Terorisme

Intime – Pusat Studi Terorisme Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) menegaskan komitmennya dalam memperkuat ekosistem keilmuan di bidang pencegahan dan penanggulangan terorisme melalui program kerja berbasis riset, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.

Program tersebut dipaparkan oleh Kepala Pusat Studi Terorisme PTIK, Komjen Pol. (P) Prof. Dr. H.M. Rycko Amelza Dahniel, M.Si., dalam sebuah pemaparan resmi yang mengacu pada data historis, kajian ilmiah, serta strategi nasional penanggulangan ekstremisme.

Dalam presentasinya, Prof. Rycko menyampaikan bahwa radikalisme dan terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tatanan peradaban global. Bibit radikalisme, menurutnya, tumbuh dari sikap intoleransi yang tidak mampu menerima perbedaan, yang kemudian berkembang menjadi ideologi kekerasan.

“Radikalisme dan terorisme tidak sesuai dengan kehidupan kebangsaan Indonesia yang dibangun dari keberagaman. Paham ini merusak peradaban, mengajarkan kebencian, kekerasan, bahkan mengeksploitasi perempuan dan anak,” tegas Prof. Rycko di Jakarta, Kamis (27/11).

Ia menjelaskan bahwa terorisme merupakan bentuk lanjutan dari radikalisme yang diekspresikan melalui serangan bersenjata, peledakan bom, hingga tindakan tidak manusiawi lainnya. Kelompok-kelompok radikal, tambahnya, kerap memanfaatkan simbol-simbol agama untuk merekrut simpatisan dan melakukan proses radikalisasi.

Berdasarkan data riset BNPT dan I-KHub yang dipresentasikan, pola serangan terorisme kini mengalami perubahan dari pendekatan keras (hard approach) menuju pendekatan lunak (soft approach) dengan menjadikan perempuan, anak, dan remaja sebagai target utama.

“Gerakan radikalisasi kini banyak menyasar perempuan, remaja, dan anak. Mereka menjadi target karena dianggap mudah dipengaruhi dan berperan dalam regenerasi ideologis,” ujar Prof. Rycko.

Ia menegaskan pentingnya pendidikan kebangsaan sebagai fondasi ketahanan bangsa. Pendidikan tersebut, menurutnya, mampu menumbuhkan rasa persatuan, cinta tanah air, serta memperkuat kewaspadaan nasional terhadap ancaman ekstremisme.

Program kerja Pusat Studi Terorisme PTIK mengacu pada Tridarma Perguruan Tinggi, yang meliputi pendidikan-pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat.

Pada bidang pendidikan, pusat studi mengembangkan mata kuliah S1 hingga S3, kuliah umum, seminar, hingga kunjungan edukatif ke Museum Penanggulangan Terorisme BNPT. Sementara itu, pada bidang penelitian, PTIK mendorong riset bersama BNPT serta pemanfaatan database I-KHub yang berisi lebih dari 800 putusan kasus terorisme.

Di bidang pengabdian masyarakat, program dilakukan melalui kolaborasi dengan Duta Damai, FKPT, Sekolah Damai, Kampus Kebangsaan, Desa Siap Siaga, serta pendampingan keluarga mitra deradikalisasi.

Selain itu, Pusat Studi Terorisme PTIK juga memperkuat kerja sama kelembagaan melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan BNPT, Densus 88 Anti Teror, serta berbagai pemangku kepentingan nasional dan internasional.

Di akhir paparannya, Prof. Rycko kembali menekankan bahwa pendidikan merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai radikalisme.

“Ilmu itu adalah peninggalan yang paling utama, dan beramal dengannya merupakan kehormatan yang paling sempurna. Dengan pendidikan dan pengetahuan, kita dapat melawan radikalisme dan membangun Indonesia yang damai,” tutupnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini