Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan gugatan hasil Pilpres pasangan capres-cawapres kubu 01 dan kubu 03.
Menurut Rasminto, permohonan tim hukum 01 dan 03 sangat jelas absurd, sebab dari fakta-fakta persidangan maupun dalil hukumnya tidak merujuk pada kewenangan MK yang mengadili persoalan perselisihan suara pemilu. Jika masalah proses dan sengketa pemilu seharusnya merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dimana fokus kewenangannya ada di Bawaslu.
Lantas bila MK memaksakan berarti sama saja melampaui kewenangannya, dengan putusan menolak seluruh permohonan paslon 01 dan 03 berarti putusan MK ini sudah on the track.
“Perihal disenting opinion Hakim MK yang disampaikan oleh Hakim Saldi Isra misalnya sah-sah saja, namun jika lembaga mahkamah MK mau mengadili dan memutus sengketa pemilu ya harus diamandemen dulu UU MK nya,” ujarnya, Selasa (23/4).
Rasminto menilai, keputusan MK tersebut membawa kesejukan bagi mayoritas masyarakat Indonesia, karena sangat berharap ada kepastian hukum tentang politik nasional. Terlebih Indonesia menghadapi efek gejolak global yang kian memanas pasca meningkatnya eskalasi konflik Timur Tengah antara Iran kontra Israel, dengan ditandai nilai tukar dolar tembus lebih dari Rp 16.220.
“Tentunya akan berpengaruh pada beban APBN 2024 dengan proyeksi nilai tukar dolar Rp 15 ribuan,” urainya.
Ia pun berharap, semoga proses MK ini dapat mendewasakan demokrasi Indonesia dan tentunya proses pemilu tidak ada yang memuaskan bagi siapapun, apalagi di pihak yang kalah.
“Bagi pihak yang menang juga agar tidak jumawa dan dapat merangkul semua elemen demi kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia,” tutupnya.