Intime – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, memuji langkah Presiden Joko Widodo memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono dalam perkara No. 68 Pidsus TPK 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Iwan, keputusan ini menunjukkan bahwa negara tidak hanya berfungsi menghukum, tetapi juga memulihkan ketika ada potensi kekeliruan dalam proses hukum.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan keputusan sepihak, melainkan respons terhadap aspirasi publik yang disalurkan melalui DPR serta kajian hukum komprehensif oleh pemerintah.
“Kita menyaksikan bahwa proses ini lahir bukan dari tekanan politik, tetapi dari konsensus antara aspirasi rakyat dan pertimbangan hukum yang matang,” ujar Iwan di Jakarta, Rabu (26/11).
Iwan menilai rehabilitasi ini mengirimkan pesan penting bahwa negara tidak membiarkan pelayan publik menghadapi proses hukum seorang diri, terutama ketika mereka bekerja sesuai prosedur.
Ia menegaskan, langkah Presiden Prabowo merupakan bentuk koreksi negara terhadap potensi ketidakadilan.
“Ini membuktikan bahwa mekanisme demokrasi bekerja sesuai ruhnya,” ucapnya.
Lebih jauh, Iwan menilai keputusan rehabilitasi akan berdampak besar pada psikologi para profesional di lingkungan BUMN dan layanan publik. Ketakutan kriminalisasi, kata dia, kerap menghambat inovasi dan keputusan penting di instansi pemerintah.
“Rehabilitasi ini bukan hanya soal tiga nama, tetapi sinyal bahwa negara memberi keberanian kepada mereka yang bekerja jujur,” ujarnya.
Meski demikian, Iwan menegaskan keputusan ini tidak meniadakan penegakan hukum. Justru, kata dia, rehabilitasi menegaskan bahwa hukum harus dijalankan secara adil dan proporsional, serta negara wajib menjaga martabat warganya.
Iwan juga menyebut pemerintah sedang membangun pola baru dalam pengelolaan hukum bagi pejabat publik. Menurutnya, keputusan Presiden Prabowo merupakan hasil kajian mendalam, rapat terbatas, serta mekanisme konstitusional yang ditempuh baik oleh DPR maupun pemerintah.
“Di sinilah kualitas pemerintahan diuji: bukan seberapa keras menghukum, tetapi seberapa berani mengoreksi ketika keadilan harus ditegakkan,” tegasnya.
Iwan berharap rehabilitasi eks direksi ASDP menjadi fondasi terciptanya iklim kepastian hukum yang lebih sehat bagi pelayan publik.
“Karena negara yang kuat bukanlah negara yang banyak menghukum, tetapi negara yang berani memulihkan,” tutupnya.

