Intime – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menyoroti rencana penggabungan tiga subholding Pertamina yang mencuat beberapa waktu terakhir.
Ia menilai langkah tersebut merupakan konsekuensi dari kesalahan kebijakan Menteri BUMN pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Rini Soemarno dan Erick Thohir.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Direktur Utama Pertamina (Persero) Simon Aloysius sempat menyebut penurunan laba subholding akibat kondisi global sebagai salah satu alasan penggabungan. Namun, Yusri menilai pernyataan itu keliru.
“Menurut bacaan kami, Simon ditugaskan Presiden untuk membenahi Pertamina yang sudah terlanjur rusak akibat kebijakan era Jokowi. Faktanya, janji kampanye 2014 bahwa Pertamina akan melampaui kinerja Petronas justru berbalik, yang terjadi malah penjarahan di Pertamina,” ujar Yusri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/9).
Ia mengingatkan, sejak awal pembentukan holding dan subholding Pertamina pada 2020 oleh Erick Thohir, penolakan keras sudah datang dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Serikat pekerja bahkan melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Pusat pada 20 Juli 2020.
Pada 16 Agustus 2021, FSPPB bersama Serikat Pekerja PLN juga sempat mendesak Presiden Jokowi agar membatalkan pembentukan holding-subholding Pertamina dan PLN serta rencana IPO anak perusahaannya.
“Alasan penolakan itu jelas, mulai dari potensi inefisiensi, duplikasi fungsi, transfer pricing, hambatan sinergi, hingga ancaman terhadap kedaulatan energi sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Tapi semua itu diabaikan pemerintah,” tegas Yusri.
Menurutnya, serikat pekerja menginginkan proses bisnis Pertamina tetap terintegrasi dari hulu ke hilir dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas menuju konsep One Pertamina.
“Namun pemerintah saat itu justru mengabaikan suara pekerja dan lebih mendengar direksi bergaya mentereng. Akibatnya, kini terungkap hampir semua direksi holding dan subholding Pertamina terseret kasus korupsi yang sistemik, masif, dan terstruktur,” katanya.
Lebih lanjut, Yusri menyinggung kebijakan perubahan struktur Pertamina sejak era Menteri BUMN Rini Soemarno. Pada 2016, Rini menambah jabatan Wakil Direktur Utama yang berujung pada pencopotan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto dan Wadirut Ahmad Bambang pada 2017.
“Kesalahan yang sama diulang Erick Thohir pada 2024 dengan menghidupkan kembali posisi Wadirut dan mengangkat Wiko Migantoro mendampingi Nicke Widyawati. Namun, pada 2025 posisi Wadirut kembali dihapus,” tandasnya.