Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali mengizinkan ekspor pasir laut mendapatkan kritikan tajam dari anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.
Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang menjadi dasar hukum kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Kelautan.
Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan adanya indikasi kuat bahwa PP tersebut disusun untuk memuluskan rencana ekspor pasir laut.
“Ada tujuh lokasi yang sudah ditargetkan untuk pengerukan pasir, termasuk Demak, Surabaya, Cirebon, Indramayu, Karawang, dan beberapa pulau di Kepulauan Riau,” kata Rieke dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (26/9).
Rieke mempertanyakan alasan di balik pemilihan lokasi-lokasi tersebut.
“Kenapa lokasi-lokasi ini yang dipilih? Apakah ada kajian mendalam mengenai dampak lingkungan dan sosialnya?” tanyanya.
Lebih lanjut, Rieke menjelaskan bahwa PP Nomor 26 Tahun 2023 mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Dasar, yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah.
Namun, menurutnya, kewenangan tersebut harus digunakan secara bijaksana dan tidak bertentangan dengan tujuan negara.
“Undang-Undang Kelautan tidak mengatur secara detail mengenai sedimentasi. Namun, PP ini seolah-olah memberikan justifikasi untuk melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam kita,” tegas Rieke.
Dia juga menyoroti sejumlah peraturan menteri yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari PP tersebut, yang menurutnya semakin memperkuat dugaan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memfasilitasi kepentingan bisnis tertentu.
“Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini dan menghentikan segala aktivitas ekspor pasir laut yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat,” pungkasnya.