Penyakit menular akibat seks bebas terus meningkat di Indonesia. Karena itu, hindari pergaulan bebas yang bisa merugikan keluarga.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, penyakit sifilis mengalami peningkatan hampir 70% dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Kemenkes kembali menemukan sekitar 5.100 kasus baru ibu rumah tangga (IRT) yang terkena HIV setiap tahun.
“Setiap tahun terdapat penambahan kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga sebesar 5.100 orang,” kata Juru Bicara Pemerintah Mohammad Syahril dalam Konferensi Pers: Melindungi Anak dari Penularan Penyakit Seksual yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (8/5).
Syahril mengatakan, dari jumlah tersebut sebesar 33% IRT bisa terkonfirmasi positif HIV karena terpapar dari pasangan yang memiliki perilaku seks berisiko.
Sementara secara umum, hal itu menyebabkan penularan HIV melalui jalur ibu ke anak sebesar 20-45%.
Jumlah penularan akibat perilaku seks berisiko itu diketahui lebih tinggi dibandingkan seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui penggunaan jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
“Penyumbang utama penularan HIV terjadi pada perilaku seks berisiko pada kelompok heteroseksual dan homoseksual, dan sebanyak 30% kontribusi penularan dari suami ke istri. Sehingga jumlah orang dengan HIV pada populasi berasal dari 35% adalah ibu rumah tangga. Sisanya suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man),” katanya.
Syahril mengemukakan tingginya kasus pada IRT juga disebabkan hanya 55% ibu hamil yang mendapatkan izin suami untuk bisa mengikuti tes HIV.
“Dari jumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76% belum mendapatkan pengobatan ARV. ini juga akan menambah risiko penularan kepada bayi,” ucapnya.
Syahril menyoroti jumlah tes yang tidak sepadan dengan perilaku berisiko yang tinggi, akhirnya harus membuat 45% bayi yang lahir dari ibu positif HIV akan terlahir dengan HIV dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV positif.
“Sampai saat ini secara kumulatif ada 14.150 anak usia 1-14 tahun yang positif HIV dan akan mempengaruhi kualitas hidup ke depannya. Angka ini setiap tahun bertambah 700-1000 anak dengan HIV,” katanya.
Jika hal ini dibiarkan, kata dia, infeksi masih akan terus terjadi karena dari 526.841 orang dengan HIV, baru 429.215 yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV-nya. Artinya ada 100.000 orang dengan HIV belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV.
“Selain itu, sebanyak 300 ribu pasien positif HIV tidak mendapatkan pengobatan yang juga berpotensi menularkan HIV,” ujarnya dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, Syahril menekankan skrining harus dilakukan pada setiap individu menjadi prioritas untuk mencapai eliminasi, termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi.
Ia meminta setiap pihak untuk mendukung para ibu yang terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai tatalaksana yang cukup dan mendapatkan Antiretroviral (ARV) untuk mengurangi risiko penularan virus, sehingga tidak mengalami keparahan yang berujung pada AIDS.
“Hasil akhir yang dihasilkan adalah angka dan data anak yang terinfeksi HIV sejak dilahirkan dapat ditekan, angka kesakitan dan kematian dapat ditekan dan yang terpenting adalah menekan beban negara dalam penanggulangan masalah Kesehatan masyarakat,” katanya.