Sikap Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat dengan APBN Sudah Tepat

Intime – Pengamat ekonomi Prof. Ferry Latuhihin menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) merupakan keputusan yang benar.

Menurut Ferry, proyek KCJB sejak awal memang bermasalah, baik dari sisi perencanaan maupun kelayakan ekonomi. Ia menilai, pembengkakan biaya yang terjadi menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak dilakukan dengan perhitungan yang matang.

“Dari awal sudah salah, sebab yang benar adalah per kilometer itu kalau tidak salah 20 juta dolar, tapi sekarang menjadi 50 juta dolar. Jadi dua setengah kali lipat atau tiga kali lipat,” ujar Ferry dalam keterangannya, Kamis (16/10)

Ferry menjelaskan, Jepang sebenarnya sudah menolak pembangunan proyek kereta cepat untuk rute Jakarta–Bandung karena dianggap tidak layak secara ekonomi. Namun, proyek tersebut tetap dijalankan dengan menggandeng investor dari Tiongkok.

“Waktu studi kelayakan dengan Jepang, mereka menolak rute Jakarta–Bandung. Yang masuk akal itu Jakarta–Surabaya. Dari situ saja sebenarnya sudah ada kesalahan,” ujarnya.

Ia menambahkan, pembengkakan biaya proyek KCJB kini menjadi beban keuangan bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) karena masuk dalam pembukuannya. Menurutnya, hal ini seharusnya tidak dibebankan kepada negara.

“Sekarang menjadi beban KAI karena masuk dalam bukunya. Harusnya ini dikeluarkan, tapi bagaimana caranya? Sekarang yang dilakukan adalah mencoba merestrukturisasi kereta cepat ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, Ferry menilai keputusan Purbaya untuk menolak penggunaan APBN dalam menutup utang KCJB sudah tepat dan sesuai dengan prinsip keuangan negara.

Ya, memang dia harus bilang tidak mau. Ini bukan tanggungan negara,” tegas Ferry.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini