Intime – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dihadapkan pada tantangan besar untuk mengejar penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.409 triliun pada semester II 2025.
Target tersebut merupakan bagian dari koreksi terhadap total penerimaan perpajakan tahun ini, yang disepakati bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Kamis (3/7).
Dari total proyeksi penerimaan perpajakan terbaru sebesar Rp 2.387,3 triliun, pemerintah baru berhasil menghimpun Rp978,3 triliun pada semester I. Artinya, Sri Mulyani masih harus mengejar sisa penerimaan dalam waktu enam bulan ke depan.
Penurunan target ini merupakan koreksi dari asumsi awal APBN 2025 yang menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun.
DPR mencatat, outlook penerimaan perpajakan hingga akhir tahun diperkirakan hanya mencapai 95,8 persen dari APBN, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti fluktuasi harga komoditas utama, kondisi perekonomian nasional, reformasi perpajakan, dan kebijakan administrasi perpajakan.
“(Tambahan) Penerapan PPN 12 persen secara terbatas pada barang mewah, karena itu memengaruhi sekali untuk outlook tahun ini,” ujar Sri Mulyani.
Tak hanya penerimaan pajak, outlook Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga terkoreksi menjadi Rp 477,2 triliun dari sebelumnya Rp 513,6 triliun. Dengan realisasi PNBP sebesar Rp222,9 triliun hingga pertengahan tahun, pemerintah perlu mengejar Rp 254,4 triliun di semester kedua
Koreksi PNBP ini dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP), penurunan produksi migas (lifting), moderasi harga mineral dan batu bara, serta pengalihan setoran dividen BUMN ke BPI Danantara.
Dengan koreksi tersebut, total outlook pendapatan negara tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp2.865,5 triliun, turun dari target awal sebesar Rp3.005,1 triliun. Artinya, Kementerian Keuangan masih memiliki pekerjaan rumah untuk merealisasikan Rp1.663,7 triliun pendapatan negara pada semester II 2025.