Intime – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proyeksi pemerintah terkait inflasi, nilai tukar rupiah, dan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) untuk tahun 2026 dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025 di Jakarta, Selasa (1/7).
Dalam pemaparannya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa target inflasi yang ditetapkan pemerintah berada pada kisaran 1,5–3,5 persen. Namun, beberapa fraksi DPR menyampaikan masukan terkait target tersebut.
Fraksi Gerindra mengusulkan agar target inflasi direvisi menjadi 2–4 persen demi memberikan ruang yang lebih luas bagi peningkatan daya beli masyarakat. Sementara itu, Fraksi PKB menilai target pemerintah terlalu moderat.
“Di dalam menentukan target 1,5 hingga 3,5 pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter,” katanya.
Ia menambahkan, rentang target tersebut ditetapkan untuk menjaga stabilitas harga di tengah ketidakpastian global serta melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah.
Pemerintah juga disebut tetap menjaga ruang fleksibilitas dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat-Daerah.
Sementara itu, untuk nilai tukar rupiah, pemerintah mematok target di kisaran Rp 16.500–Rp 16.900 per dolar AS. Target ini dinilai sebagai langkah antisipatif terhadap potensi gejolak ekonomi global.
Fraksi Gerindra mengusulkan kisaran yang lebih rendah, yakni Rp 16.200–Rp 16.500 per dolar AS, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap risiko global dan tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat. Fraksi PKB pun mengusulkan kisaran yang lebih sempit, yakni Rp16.300–Rp 16.700 per dolar AS.
“Pemerintah bersama Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar,” ungkap Menkeu.
Terkait SBN tenor 10 tahun, pemerintah menetapkan rentang imbal hasil pada 6,6–7,2 persen. Hanya Fraksi Golkar yang memberikan tanggapan terkait, dengan usulan agar yield SBN ditekan di bawah 6,6 persen.
Di tengah ketidakpastian global, Sri Mulyani menyatakan SBN masih menjadi instrumen investasi yang menarik. Hingga 26 Juni 2025, investor global tercatat melakukan pembelian bersih sebesar Rp 40,8 triliun, dan yield SBN 10 tahun telah turun dari 7,02 persen menjadi 6,62 persen.
“Kami juga akan terus melakukan koordinasi dengan otoritas moneter dalam menjaga yield SBN yang kompetitif,” tegasnya.