Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan untuk membuktikan sah atau tidaknya penetapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.
Dalam persidangan tersebut, Tim kuasa hukum Hasto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan bukti baru dalam persidangan.
“Kemarin disampaikan dari ahli bahwa tidak boleh menggunakan bukti lama, tidak boleh menggunakan sprindik (surat perintah penyidikan) lama,” kata kuasa hukum Ronny Talapessy di Jakarta, Senin (10/2).
Ronny mengatakan dalam persidangan yang sudah inkrah, maka diwajibkan menghadirkan bukti baru.
Dia menyoroti memang KPK memberikan bukti baru, namun hal itu masih diragukan lantaran saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung.
“Yang baru adalah keterangan dari Wahyu, tapi kami ragukan karena saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung, tapi melewati orang lain,” ujarnya dikutip Antara.
Maka itu, pihaknya optimis bahwa sidang praperadilan sah atau tidaknya penetapan Hasto Kristiyanto berpihak pada keadilan.
Pada Senin (10/2), giliran KPK menyampaikan bukti tertulis dalam sidang gugatan praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Lalu, Selasa (11/2), KPK menghadirkan saksi ahli dalam sidang. Selanjutnya, Rabu (12/2) Hasto dan KPK menyampaikan kesimpulan masing-masing.
Putusan gugatan praperadilan Hasto Kristiyanto melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan digelar pada Kamis (13/2).
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.
HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.