TransJakarta Ubah Paradigma dari Operator Bus Jadi Penyedia Smart Mobility untuk Jakarta

Intime – PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) terus bertransformasi menjadi layanan transportasi publik yang cerdas, inklusif, dan berorientasi pada warga. Transformasi tersebut mencakup perubahan paradigma dari sekadar operator bus menjadi penyedia layanan mobilitas perkotaan yang modern dan berkelanjutan.

Direktur Utama PT TransJakarta, Welfizon Yuza menjelaskan perjalanan panjang Transjakarta dari sistem busway konvensional menuju ekosistem smart mobility. Menurutnya, perubahan besar terjadi sejak 2015 ketika Transjakarta resmi beralih dari Unit Pelaksana Teknis menjadi Perseroan Terbatas (PT).

“Kalau dulu itu (perspektifnya) operational driven, jadi layanan didorong dari sisi operasional. Tapi sejak tahun 2016, kami ubah polanya bukan didorong dari sisi operasional, tapi ditarik dari sisi customer (pelanggan),” kata Welfizon dalam forum Balkoters Talk bertajuk “Smart Mobility: Evolusi TransJakarta untuk Jakarta 5 Abad” di Pressroom Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (4/11).

Welfizon menuturkan, perubahan paradigma itu dimulai dari cara perusahaan memandang pengguna jasa. Sebelumnya, pengguna Transjakarta disebut “penumpang”, namun istilah itu kemudian diganti menjadi “pelanggan” untuk mencerminkan penghormatan dan kedekatan antara penyedia layanan dan masyarakat.

“Dulu yang naik Transjakarta itu disebut penumpang, tapi kami ubah karena terkesan kurang baik. Sekarang mereka disebut pelanggan. Istilah ini digunakan oleh semua, mulai dari direksi sampai petugas lapangan,” ujarnya.

Transformasi orientasi itu juga mengubah fokus operasional perusahaan. Rapat harian yang dulu menyoroti jumlah bus yang beroperasi kini beralih ke jumlah pelanggan yang dilayani.

Perubahan pendekatan ini terbukti efektif. Saat ini, jangkauan layanan Transjakarta telah mencapai 91,8 persen wilayah Jakarta, yang berarti sembilan dari sepuluh warga dapat menjangkau halte Transjakarta hanya dengan berjalan kaki lima hingga sepuluh menit.

“Jadi 9 dari 10 warga Jakarta jalan kaki 5-10 menit ke arah mana pun pasti ketemu halte atau bus stop,” jelas Welfizon.

Transformasi tersebut juga terbukti tangguh saat pandemi COVID-19. Meski mobilitas warga sempat menurun drastis, Transjakarta tetap beroperasi untuk melayani sektor-sektor esensial. Kini, jumlah pelanggan kembali melonjak pesat, bahkan melampaui masa sebelum pandemi.

“Kalau tahun lalu kami melayani 372 juta pelanggan, tahun ini targetnya tembus di atas 400 juta. Sampai triwulan ketiga sudah 298 juta pelanggan. Kami optimistis capai target,” ungkapnya.

Selain memperluas cakupan, TransJakarta juga menyiapkan fase baru menuju smart mobility—sistem transportasi publik terintegrasi berbasis teknologi yang menempatkan warga sebagai pusatnya.

“Kita sudah tidak lagi bicara sekadar busway, tapi bagaimana layanan ini menjadi bagian dari kota cerdas, di mana warga adalah pusatnya. Karena Transjakarta ini bukan hanya customer centric, tapi citizen centric,” tegas Welfizon.

Menurutnya, langkah ini akan menjadi fondasi kuat bagi Jakarta dalam mewujudkan visi sebagai kota global berusia lima abad pada 2027 mendatang.

“Transportasi publik yang inklusif, cerdas, dan berkelanjutan adalah tulang punggung kota, dan itulah yang kami siapkan untuk Jakarta lima abad mendatang,” tuturnya.

Selain aspek mobilitas, TransJakarta juga memperluas peran ke sektor pariwisata perkotaan melalui layanan open top tour bus. Welfizon menyebut layanan ini menjadi upaya menghadirkan pengalaman baru menikmati wajah Jakarta.

“Kalau ke London naik bus tingkat jadi pengalaman, ke Paris dan Bangkok juga begitu. Sudah saatnya orang datang ke Jakarta karena ingin menikmati kotanya. Dan Transjakarta siap jadi wajahnya,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini