Sebanyak 1.326 hakim Indonesia akan melakukan aksi protes kepada pemerintah. Hal itu lantaran gaji dan tunjangan yang mereka terima tidak sesuai.
Imbasnya mereka akan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024. Gerakan ini bertema ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’. Tak cuma itu, hakim tersebut pula mengancam akan turun ke jalan.
Aksi cuti bersama ini akan dilaksanakan dalam tiga skema. Pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas. Kedua, hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta.
Terakhir, hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis akan didorong untuk mengosongkan jadwal sidang pada 7-11 Oktober 2024, namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan.
Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Fauzan Arrasyid mengatakan, aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh, dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Namun, hingga saat ini perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah.
“Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia,” kata Fauzan.
Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia ini membawa empat isu penting yang menjadi inti perjuangan. Pertama, Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012.
“Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim,” ujar Fauzan.
Kedua, pengesahan RUU Jabatan Hakim, sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan. Kemudian, peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, serta pengesahan RUU Contempt of Court atau sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.
Gerakan ini, diakui Fauzan, telah mendapatkan dukungan yang sangat besar dari berbagai kalangan. Dukungan datang dari hakim tingkat pertama yang berjuang di seluruh Nusantara, hakim tingkat banding, hingga beberapa Hakim Agung yang turut menyuarakan pentingnya
gerakan tersebut.
Tak hanya dari kalangan hakim, solidaritas ini juga mendapatkan dukungan dari civil society, kelompok akademisi, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap independensi peradilan di Indonesia.
“Dukungan mereka menjadi bukti bahwa perjuangan ini adalah milik kita semua, milik bangsa Indonesia yang mendambakan peradilan yang adil dan berwibawa,” tuturnya.
Maka kata dia, dukungan ini adalah bukti nyata bahwa perjuangan ini bukanlah sekadar wacana, melainkan gerakan yang didorong oleh semangat solidaritas dan tanggung jawab bersama.
Fauzan menegaskan, gerakan Solidaritas Hakim Indonesia adalah panggilan jiwa untuk setiap insan yang masih percaya pada kekuatan keadilan. Langkah ini bukan hanya perjuangan para hakim, tetapi seruan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berdiri di sisi kebenaran.
Ia tegaskan, aksi ini tidak hanya menuntut hak para hakim, protes ini juga bertujuan berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih adil, di mana hukum menjadi naungan dan bukan sekadar bayangan.
“Mari satukan langkah, satukan suara, dan satukan hati, karena perubahan besar hanya terwujud ketika kita bergerak bersama. Inilah saatnya kita menjadi bagian dari sejarah, sejarah tentang bangsa yang tak pernah menyerah untuk memperjuangkan keadilan bagi semua,” tutupnya.
Berapa gaji plus tunjangan dll para hakim tsb….