Usulan Pilkada Lewat DPRD Berpotensi Jadi Kemunduran Serius Demokrasi di Indonesia

Intime – Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan mempertanyakan maksud dan tujuan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang kembali mengusulkan penerapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD atau Pilkada tidak langsung.

Iwan menyoroti usulan tersebut yang disebut telah disampaikan Bahlil setidaknya dua kali, yakni saat peringatan HUT ke-60 Partai Golkar dan kembali disuarakan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar pada akhir 2025.

“Kalau tidak salah, usulan itu sudah dua kali diembuskan oleh Bahlil. Pertama saat HUT ke-60 Partai Golkar, dan sekarang kembali disampaikan di Rapimnas 2025,” kata Iwan kepada awak media di Jakarta, Selasa (23/12).

Menurut Iwan, meskipun penerapan Pilkada melalui DPRD dinilai dapat membuat anggaran pesta demokrasi lebih efisien, kebijakan tersebut berpotensi menjadi kemunduran serius bagi demokrasi di Indonesia. Ia menilai sistem Pilkada tidak langsung menghilangkan hak partisipasi politik rakyat secara langsung.

“Meski bisa lebih efisien dari sisi anggaran, Pilkada melalui DPRD adalah sebuah kemunduran demokrasi karena mencabut hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung,” ujar Iwan.

Ia menegaskan bahwa nilai demokrasi tertinggi terletak pada kebebasan rakyat dalam menentukan pemimpinnya, baik di tingkat daerah maupun nasional. Oleh karena itu, biaya politik yang tinggi tidak seharusnya dijadikan alasan utama untuk mengubah sistem Pilkada langsung.

“Biaya politik yang mahal tidak bisa dijadikan justifikasi untuk mengubah sistem Pilkada. Yang harus dibenahi adalah praktik-praktik yang membuat biaya itu membengkak,” kata Iwan.

Iwan menilai salah satu penyebab utama mahalnya biaya politik dalam Pilkada adalah maraknya praktik politik uang. Menurutnya, elite politik masih mempertahankan stigma bahwa kemenangan hanya bisa diraih dengan membeli suara atau memborong dukungan partai.

“Para elit masih menyuburkan anggapan bahwa untuk menang harus bayar suara, borong partai, dan praktik-praktik lain. Akhirnya masyarakat ikut terbawa dalam pola tersebut,” ujarnya.

Alih-alih mengubah sistem Pilkada, Iwan mendorong pemerintah untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan maksimal terhadap pelanggaran pemilu.

“Yang perlu dilakukan adalah mencari formulasi yang baik, efektif, dan efisien dalam Pilkada langsung, terutama memperkuat penegakan hukumnya. Bukan malah mengembalikannya ke DPRD,” tandas Iwan.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini