Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp 6.237 Triliun, BI Beberkan Pemicunya

Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia naik pada November 2023. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.

Kepala Departemen BI, Erwin Haryono menyatakan, posisi utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar 400,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.237 triliun. Posisi ini lebih tinggi dari Oktober 2023 sebesar 392,2 miliar dollar AS atau setara Rp 6.102,24 triliun.

Jika dilihat secara tahunan (yoy), utang luar negeri Indonesia tumbuh 2,0 persen pada November lalu. Pertumbuhan itu lebh pesat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,7 persen yoy.

“Posisi ULN Indonesia pada November 2023 tercatat sebesar 400,9 miliar dolar AS atau tumbuh 2,0 persen,” kata Erwin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (15/1).

Menurut Erwin, pertumbungan utang itu disebabkan oleh transaksi ULN sektor publik. Selain itu, posisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global termasuk Rupiah, yang berdampak pada meningkatnya angka statistik ULN Indonesia valuta lainnya dalam satuan dolar AS​.

Sementara itu, utang luar negeri pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur dan akuntabel.

Lebih lanjut Erwin menjelaskan, posisi ULN pemerintah di bulan November 2023 sebesar 192,6 miliar dolar AS atau tumbuh 6,0 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 3,0 persen (yoy).

Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, dalam bentuk Sukuk Global, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.

“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel,” sambungnya.

Pemanfaatan ULN pada November 2023 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah dan perlindungan masyarakat, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah tantangan ketidakpastian perekonomian global.

Dukungan tersebut mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,8 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,6 persen), jasa pendidikan (16,7 persen), konstruksi (14,1 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (9,9 persen).

“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini