Wakil Ketua KPK: Hak Impunitas Advokat Tidak Tepat Diatur dalam KUHAP

Intime – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menanggapi wacana dimasukkannya hak impunitas (kekebalan hukum) bagi advokat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Menurutnya, meskipun advokat berhak mendapatkan perlindungan hukum, ketentuan tersebut tidak seharusnya diatur dalam hukum acara pidana.

Tanak menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat memang mengakui advokat sebagai penegak hukum. Oleh karena itu, mereka berhak mendapat perlindungan hukum saat menangani perkara pidana dalam berbagai tahap peradilan.

“Sebagai penegak hukum, sudah selayak bila advokat mendapat perlindungan hukum atau impunitas dalam menangani perkara tindak pidana yang sedang ditanganinya,” ujar Tanak kepada wartawan, Minggu (13/7).

“Baik dalam tahap proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi hingga peninjauan kembali (PK) sepanjang perbuatannya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.

Namun, Tanak menegaskan bahwa ketentuan impunitas advokat tidak tepat dimasukkan dalam RUU KUHAP karena UU Advokat bukan bagian dari hukum pidana materiil.

“Impunitas bagi advokat yang sedang menangani perkara tindak pidana, tidak tepat diatur di dalam UU tentang Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil) karena UU tentang Advokat bukan sebagai Peraturan Hukum Pidana Materiil,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa KUHAP berfokus pada tata cara penegakan hukum pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga proses peradilan di semua tingkat. Sementara hukum pidana materiil (seperti KUHP) mengatur tindak pidana dan sanksinya.

“Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana) fokus pada proses pelaksanaan Hukum Pidana, termasuk bagaimana suatu tindak pidana diselidiki, disidik, dituntut, disidangkan, dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi hingga PK untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil dan benar,” jelasnya.

Tanak menyarankan, jika ingin memberikan impunitas bagi advokat, sebaiknya diatur secara khusus dalam revisi UU Advokat—mirip dengan perlindungan hukum bagi jaksa dalam UU Kejaksaan.

“Bilamana advokat menghendaki untuk mendapatkan impunitas atau perlindungan hukum, hal tersebut perlu diatur dalam UU tentang Advokat, seperti halnya impunitas Jaksa diatur dalam UU Kejaksaan, bukan dengan cara mencantumkan dalam Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil) seperti yang diatur dalam Pasal 140 ayat 2 RUU KUHAP,” tandasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini