WALHI Desak Kemenhut Cabut Semua Izin Kehutanan di Aceh, Sumut, dan Sumba

Intime – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak Kementerian Kehutanan (Kemenhut) segera mencabut seluruh perizinan berusaha sektor kehutanan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Desakan itu juga disertai tuntutan agar pemerintah menindak tegas seluruh aktivitas ilegal, mulai dari tambang hingga perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di tiga provinsi tersebut.

WALHI mengidentifikasi perusahaan-perusahaan di wilayah itu telah menyebabkan kerusakan hutan dan daerah aliran sungai (DAS) seluas 889.125 hektar, belum termasuk kerusakan tambahan akibat berbagai aktivitas ilegal yang terus berlangsung.

Kepala Divisi Kampanye WALHI, Uli Artha Siagian, mengungkapkan bahwa langkah Kemenhut yang baru menyegel tujuh subjek hukum dari total 12 yang diduga terlibat perusakan hutan tidak cukup untuk menjawab skala kerusakan dan ancaman bencana yang kini terjadi di Sumatra.

“Peristiwa bencana yang mengakibatkan kerugian besar ini harus menjadi momentum melakukan koreksi terhadap seluruh kebijakan sektor kehutanan dan lingkungan hidup di Indonesia,” ujar Uli dalam keterangan di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Ia menilai proses evaluasi perizinan yang dapat berujung pada pencabutan izin harus dilakukan secara transparan dan mengutamakan perlindungan lingkungan hidup, mitigasi kebencanaan, serta pemulihan hak masyarakat.

Mengacu pada Pasal 72 UU Kehutanan, Uli menegaskan bahwa Menteri Kehutanan memiliki kewenangan penuh untuk memaksa perusahaan-perusahaan perusak hutan bertanggung jawab, termasuk mengganti kerugian masyarakat dan melakukan pemulihan ekologis.

Tak hanya itu, WALHI juga mencatat sedikitnya 13 perusahaan di sektor kehutanan, pertambangan, dan perkebunan terbukti melakukan perusakan yang menurunkan daya dukung lingkungan secara signifikan.

Di Sumatera Barat, organisasi itu juga menemukan 62 aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Solok dan Sijunjung. Sementara di Aceh, seluas 5.208 hektar kawasan hutan telah dialihkan menjadi kebun kelapa sawit oleh 14 perusahaan.

Kerusakan tersebut berdampak besar. Di Aceh, tujuh kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Aceh Besar mengalami kerusakan 954 daerah aliran sungai, dengan 60 persennya berada di kawasan hutan.

“Aktivitas ilegal di kawasan hutan dan daerah aliran sungai di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebenarnya sudah terjadi dari belasan tahun lalu, bahkan lebih,” kata Uli.

Ia menyayangkan lemahnya penegakan hukum oleh Kemenhut maupun aparat kepolisian selama ini, yang menurutnya turut memperparah risiko banjir dan longsor di Sumatra.

“Apabila tindakan ilegal ini ditindak dan dihentikan dari dahulu, dampak besar seperti yang terjadi saat ini kemungkinan tidak terjadi,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini