Konflik Rusia Ukraina Diprediksi Menekan APBN RI

Intime – Konflik Rusia Ukraina dinilai Agus Herta dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) akan menekan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) RI, karena harga komoditas dunia terkerek naik menjauh dari asumsi APBN RI.

“Harga minyak dunia dalam asumsi APBN hanya ditetapkan sebesar 63 dolar AS per barel. Padahal hingga 7 Maret 2022, harga minyak Brent sudah ditransaksikan seharga 128,76 dolar AS per barel,” kata Agus rilis resmi, Senin.

Harga minyak dan gas yang tinggi ini akan memberatkan APBN RI karena subsidi energi diperkirakan akan ikut naik, terutama subsidi LPG 3 kg dan subsidi listrik. Asumsinya, kenaikan harga gas dunia akan meningkatkan harga gas non subsidi, sehingga masyarakat yang sebelumnya mengkonsumsi gas non subsidi akan beralih pada LPG 3 kg.

“Hal ini mengakibatkan subsidi LPG 3 kg akan membengkak. Subsidi listrik untuk masyarakat menengah bawah juga akan meningkat seiring naiknya harga minyak dunia, karena sebagian produksi listrik di Indonesia masih menggunakan solar dan batubara sebagai bahan bakar mesin pembangkit listriknya,” jelas Agus.

Agus juga memperkirakan utang pemerintah akan mengalami tekanan seiring dengan peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembangunan infrastruktur.

“Langkah realokasi dan refocusing anggaran dinilai tidak akan cukup di tengah masih tingginya pembiayaan untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi,” ucapnya.

Namun, volatilitas nilai tukar yang tidak terlalu liar di tengah konflik Rusia-Ukraina mengurangi tekanan terhadap nilai utang pemerintah.

“Di tengah perang Rusia-Ukraina, volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak seekstrim volatilitas harga minyak bumi,” kata Agus.

Untuk diketahui bahwa pada APBN 2022, pemerintah bersama DPR telah menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp14.350 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai dengan 7 Maret 2022, masih berada di kisaran Rp14.380 per dolar AS.

“Hal ini menjadi pertanda kuat bahwa dolar Amerika Serikat sudah tidak lagi menjadi safe haven asset bagi para pelaku ekonomi. Para pelaku ekonomi lebih memilih emas sebagai safe haven asset yang tampak dari kenaikan harga emas hingga lebih dari 8,5 persen dalam satu bulan terakhir,” pungkas Agus.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini