Oleh: Achmad Nur Hidayat (Pakar Kebijakan Publik)
Kelaparan melanda papua. Dilaporkan dari distrik Kwiyawage Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua bahwa terjadi kekeringan ekstrim yang terjadi sejak 6 Juli 2022 sampai 16 Juli 2022.
Saudara kita tersebut mengalami kekeringan kurang lebih hampir 2 minggu berturut-turut, sehingga ratusan warga mengalami kelaparan akibat musibah kekeringan yang terjadi pada awal juli sampai saat ini.
Bahkan informasi terkini sudah ada 4 warga Lanny Jaya meninggal dunia. Beberapa pihak menuduh hal tersebut disebabkan karena pemerintah daerah kurang memperhatikan warganya.
Pigai, tokoh papua misalnya, mengatakan Rakyat Papua tidak dilayani baik karena para pejabat daerah baik gubernur, bupati semua hanya melayani keinginan Jokowi & Jakarta agar revisi UU Otsus, pembentukan DOB,” kata Pigai kepada pada Kamis (4/8).
Sementara juru Bicara Pemprov Papua, Rifai Darus, membantah tudingan Pigai terkait itu. Menurutnya, yang terjadi sebenarnya adalah gambaran kekeringan di Lanny Jaya karena cuaca ekstrem.
Dirinya menjelaskan tanggal 6 sampai 16 Juli, Papua dilanda cuaca ekstrem. 548 warga terdampak. Sementara empat orang dinyatakan meninggal karena penyakit.
Pemerintah propinsi papua mengklaim bahwa pemprov bersama pemerintah setempat tengah mendampingi warga. Pihaknya juga sudah memberikan bantuan terhadap warga yang terdampak.
Kelaparan dan Kematian di Papua Sinyal Indonesia Rentan Persediaan Pangan
Kejadian di papua menunjukkan lemahnya rantai manajemen suplai bahan pangan di hampir seluruh daerah terutama daerah timur Indonesia yang jauh tertinggal.
Ini menunjukan sesuatu masalah serius terkait ketahan pangan. Padahal ketahanan pangan penting untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan global yang salah satunya disebabkan oleh perubahan iklim dan konflik antarnegara, seperti perang Rusia dan Ukraina saat ini.
Menyoroti kasus kekeringan yang berulang kembali melanda Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua harus diantisipasi serius.
Program food estate di tanah papua terbukti gagal karena tanaman yang di budidayakan adalah padi yang bukan sumber karbohidrat orang papua asli seperti sagu dan palawija.
Ini karena program tersebut menghilangkan kearifan lokal dan hanya mengejar produktivitas tanpa memperhatikan kebutuhan lokal.
Waspada Ketahanan Pangan Indonesia
Khusus di daerah Papua, Kelaparan memiliki sejarah panjangnya. Walhi mencatat kelaparan di Papua terjadi sejak 2018 dan mulai diangkat dipermukaan sejak 2019, 2020,2021 dan 2022.
Media asing senang melaporkan berita tersebut sementara media lokal terkesan tidak memberikan perhatian yang cukup.
Kelaparan tidak hanya terjadi di Papua, dibeberapa tempat seperti di Jawa, Sumatera dan Sulawesi sebenarnya juga mengalami kelaparan akibat kegagalan panen dan kekeringan.
Hanya saja pemerintahan provinsi bergerak cepat. Apa yang terjadi di Papua seharusnya pemerintah pusat memberikan teguran keras kepada pemerintah provinsi karena selama ini Papua menikmati dana otsus dalam jumlah yang sangat besar.
Tahun 2022 tercatat alokasi dana otsus Papua dan Papua Barat sebesar Rp8,5 triliun. dengan dana tambahan infrastruktur yang dibagi untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp4,3 triliun. Totalnya Rp12,8 triliun. sementara untuk Aceh Rp7,5 tiliun
Untuk mewaspadai bahaya kelaparan, pemerintah pusat harus membentuk satgas khusus ketahanan pangan yang terisi instansi kementerian pertanian, perekonomian, kementerian PUPR, Badan Pangan Nasional, BUMN dan TNI dan Kementerian Pertahanan.
Tugas satgas khusus tersebut tidak hanya koordinasi namun eksekusi memanfaatkan tanah kosong untuk menghasilkan tanaman produktif.
Selain itu, Kementerian Keuangan perlu cermat lagi dalam memprioritaskan belanja negara. Pembangunan Infrasturktur IKN, menggunaan APBN untuk kereta api cepat perlu ditunda dan alokasi dananya dialihkan memperkuat program ketahanan pangan.
DPR RI jangan diam saja, APBN ini harus dikawal dan APBN 2023 seharusnya dipergunakan sebesarnya untuk menyiapkan cadangan pangan dan program bansos yang lebih besar bukan pada belanja infrastruktur dan IKN.
Tentu semuanya tergantung dari political will Presiden Jokowi sendiri, apakah peduli dengan mencari jalan keluar yang komprehensif ditengah keterbatasan APBN atau masih mengejar proyek mercusuar diatas ancaman kelaparan dan kerentanan pangan Indonesia.