DPR Diminta Akomodir Klausul Kebebasan dan Penyimpangan Seksual di RUU TPKS

Pimpiman DPD RI mendorong DPR RI untuk segera membahas RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam rapat Paripurna DPR dengan terlebih dahulu mengakomodasi tambahan definisi terkait kebebasan seksual (perzinaan) dan penyimpangan seksual.

Hal itu, disampaikan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin menyusul maraknya kasus prostitusi online di tengah kehidupan sosial masyarakat. Ironisnya, kini tindakan serupa itu tidak jarang melibatkan anak di bawah umur.

“Saya selalu mengatakan bahwa kejahatan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa. Dan saat ini Indonesia sedang berada dalam zona merah atau titik kritis fenomena kekerasan, kebebasan, dan penyimpangan seksual,” kata Sultan dalam keterangannya, Jumat (8/4). 

Menurutnya, meningkatnya kasus atau fenomena kebebasan seksual secara vulgar dan seringkali melibatkan anak-anak di bawah umur tidak terlepas dari perkembangan teknologi digital. Hal itu diperparah dengan kesulitan ekonomi dan hasrat seksual generasi muda bangsa yang cenderung menyimpang.

“Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang luhur, kita patut mawas diri dan melihat kebebasan dan penyimpangan seksual sebagai bagian dari definisi kekerasan seksual. Sebab, setiap tindakan kekerasan seksual tentu memiliki motif dan penyebabnya, maka kebebasan dan penyimpangan seksual juga patut dikontrol oleh hukum,” tegasnya.

Selanjutnya Sultan menerangkan bahwa ketahanan nasional kita sedikit banyak ditentukan oleh cara bangsa ini memperlakukan dan menjaga perempuan. Jika kita sepakat bahwa perzinaan merupakan penyakit sosial, maka dibutuhkan komitmen bersama untuk membersihkan ruang sosial bangsa ini dari tindakan yang mengarah pada kebebasan dan penyimpangan seksual.

“Saya kira di Ramadan yang baik ini, kolega kami di DPR tak perlu ragu untuk memperkuat RUU TPKS ini dengan paradigma dan definisi yang lebih spesifik. Sehingga diharapkan, RUU yang dibahas sejak 2016 ini segera disahkan dan kemudian diterapkan,” ungkapnya.

Lebih jauh, Sultan mendorong agar tim cyber Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap aktivitas media sosial masyarakat di berbagai platform digital yang menampilkan konten-konten pornografi dan pornoaksi.

Diketahui, malam tadi, Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap sembilan gadis belia di Cengkareng, Jakarta Barat, yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) online oleh dua pemuda.

Sementara itu, di lokasi terpisah, Polda Metro Jaya juga tengah mengungkap kasus prostitusi anak di sebuah hotel kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Tujuh anak gadis itu kini diamankan polisi. Pengungkapan dilakukan Selasa (22/3), di sebuah hotel di Cikini, Menteng.

Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto menjelaskan bahwa ada 15 orang yang diamankan dalam pengungkapan dugaan prostitusi tersebut. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak di bawah umur. Diduga kuat, anak-anak tersebut korban eksploitasi anak atas prostitusi online.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini