Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI menyepakati pembahasan perubahan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 yang diusulkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Ketua DPRD Provinsi DKI, Prasetio Edi Marsudi, mengatakan, penyempurnaan aturan tata ruang Jakarta memang sudah seharusnya dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja untuk mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
“Kita terlambat ini, padahal tujuannya memang Jakarta perlu perubahan tata ruangnya. Dapat kita sepakati ya substansi atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Tahun 2022 – 2042. Selanjutnya Badan Musyawarah bisa menetapkan jadwal pembahasan Raperda oleh Bapemperda bersama eksekutif terkait,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (5/7).
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP) Heru Hermawanto menyebutkan, alasan diperlukannya revisi terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 lantaran saat ini peraturan mengenai tanah dan tata ruang milik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat belum linier. Dengan payung hukum yang baru diharap mampu mengatasi persoalan tersebut.
“Hukum tanah sama hukum tata ruangnya yang enggak ketemu, walaupun sebenarnya diatasnya itu ada undang-undang ATR/BPN, tapi ternyata sektornya itu enggak pernah ketemu sampai sekarang dan hukum ini yang berbeda. Nah ini kasus tata ruang selalu seperti itu,” katanya.
Di lokasi yang sama, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menjelaskan mekanisme penyusunan Raperda RTRW berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Ia menyampaikan berdasarkan ketentuan paling lambat DPRD harus segera membuat berita acara kesepakatan substansi maksimal 10 hari kerja untuk selanjutnya dikirim ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan dilakukan pembahasan lintas sektor.
“Pembahasan lintas sektor disini dipastikan bahwa terjadi komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kemudian akan dikirimkan kembali kepada DPRD untuk dibahas pasal perpasal dengan waktu maksimal dua bulan,” ungkapnya.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta Afan Adriansyah Idris juga menekankan agar eksekutif dan legislatif harus membahas maraton Perda ini agar tidak melampaui waktu yang telah ditetapkan.
“Memang tidak ada sanksi kalau lebih dari dua bulan, tapi bisa ditarik keatas jadi bukan Perda tapi Permen (Peraturan Pemerintah),” tandasnya.