Intime – Aktivis yang juga seorang ibu Figha Lesmana ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 30 Agustus kemarin terkait peristiwa rentetan demo yang berakhir rucih.
Tim Advokasi Figha Lesmana dari Keluarga Besar Universitas Bung Karno (UBK) menilai penetapan tersangka bentuk kriminalisasi ekspresi sekaligus kemunduran demokrasi. Ia ditetapkan tersangka hanya satu hari setelah laporan polisi dibuat.
Figha kemudian dijemput paksa di rumahnya di Sunter, Jakarta Utara, pada 1 September, dan resmi ditahan di Subdit Kamneg Unit 2 Polda Metro Jaya sejak 2 September. Figha merupakan alumni Fakultas Hukum UBK angkatan 2017.
Koordinator Tim Advokasi Figha Lesmana dari Keluarga Besar UBK, Yerikho Manurung menegaskan, kasus yang menimpa Figha tidak berdasar. Ia menekankann Figa Lesmana bukan ancaman bagi NKRI.
“Ia (Figa) justru cermin generasi muda yang peduli, berani, dan kritis. Kriminalisasi terhadap Figha adalah bentuk kemunduran demokrasi. Membela Figa berarti membela hak kita semua sebagai warga negara untuk bersuara,” ujar Yerikho dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (7/9).
Menurut Yerikho, proses hukum yang dijalani Figha dipenuhi kejanggalan. Penetapan tersangka dilakukan tanpa pemeriksaan pendahuluan, pasal-pasal yang digunakan bersifat karet yakni Pasal 160 KUHP dan UU ITE.
Hingga klaim dari aparat soal 10 juta penonton siaran langsung TikTok yang tidak sesuai fakta.
“Live streaming Figha pada 25 Agustus hanya ditonton sekitar 10 ribu orang, bukan 10 juta seperti yang diklaim polisi. Data yang dibesar-besarkan ini jelas framing untuk membenarkan penangkapan,” tegas dia.
Figha sebelumnya melakukan siaran langsung di TikTok saat terjadi bentrokan antara aparat dan demonstran di kawasan Slipi. Potongan video tersebut kemudian tersebar ulang oleh akun lain tanpa izin dan menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada laporan polisi.
Tim Advokasi telah mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan keluarga, tokoh masyarakat, serta civitas akademika. Mereka juga menyiapkan langkah hukum terkait dugaan pelanggaran prosedur penangkapan dan penetapan tersangka.
Keluarga Besar UBK mendesak kepolisian segera membebaskan Figha, meminta Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI menjamin hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat. Serta menghentikan praktik kriminalisasi terhadap aktivis dan masyarakat sipil yang kritis terhadap kebijakan negara.
Oleh sebab itu, Yerikho menutup pernyataannya dengan menyerukan solidaritas publik untuk mendukung perjuangan demokrasi.
“Membela Figha berarti membela ruang kebebasan kita bersama. Jika hari ini Figa bisa dikriminalisasi karena bersuara, besok bisa jadi siapa saja di antara kita,” kata dia memungkasi.

