JAKARTA – Menanggapi hasil survei para kandidat capres 2024, analis komunikasi politik Hendri Satrio menyebut hasil survei tidak selalu akurat 100 persen.
Ia menyebutkan contoh, tidak tepat jika survei pilkada DKI Jakarta pada 2017 dibandungkan dengan momen jelang Pilpres 2024. “Betul, Anies saat itu (Pilkada DKI) jadi jawara, padahal survei selalu tertinggal. Namun kala itu ada beberapa momentum politik yang membuat elektabilitas Anies melonjak,” ujarnya, Senin 6 November 2023.
Ia mengatakan saat hasil quick count, ia ingat saat itu semua lembaga survei hasilnya sama, yakni pasangan Anies-Sandi yang menang dalam pilkada DKI Jakarta.
“Saya beri contoh momentum Anies saat itu, yakni diantaranya blunder AHY dan Sylvi saat acara debat kandidat, lalu kemunculan Antasari Azhar hingga kasus Ahok yang lebih dikenal dengan kasus penistaan,” ujarnya.
Hensat menganjurkan agar pendukung Anies Baswedan mesti terus kerja keras untuk meningkatkan elektabilitas jagoannya, “dan tidak terlalu sering menghibur diri, membandingkan dengan hasil survei Jakarta, seolah sejarah akan mudah berulang. Tidak boleh terjebak dalam kapsul waktu.”
Menurutnya situasi menuju pilpres 2024 memiliki tantangannya sendiri dan Hensat mengatakan terdapat beberapa momentum yang bisa dimanfaatkan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar agar elektabilitasnya melonjak.
“Apa saja itu? Menurut saya Mahkamah Keluarga, “nepotisme” Jokowi, anak presiden ngaku anak muda dan isu politik internasional bisa jadi momentum. Inilah momentum politik yang dapat dimanfaatkan,” tutupnya.