Intime – Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah memiliki tujuan ganda tidak hanya untuk meningkatkan kualitas generasi muda di masa depan, tetapi juga untuk mendorong pergerakan ekonomi di tingkat bawah
Oleh karena itu, program MBG bukan lah dihentikan tapi dibenahi tata kelolanya.
Peneliti IDEAS Agung Pardini mengatakan, sulit untuk menghilangkan motif bisnis yang sudah terlanjur melekat pada pelaksanaan teknis MBG di lapangan. Namun, menurutnya, sisi bisnis itu justru dapat menjadi kekuatan penggerak ekonomi rakyat.
“Memang sisi bisnisnya inilah yang justru diharapkan bisa menciptakan perputaran ekonomi di banyak titik. Ribuan bahkan mungkin jutaan orang akan terlibat mulai dari suplai, produksi, hingga distribusi MBG setiap harinya. Mungkin ini adalah efek ganda atau benefit lanjutan yang diharapkan oleh pemerintah dengan menggelontorkan triliunan rupiah setiap bulannya,” kata Agung, Kamis (9/10)
Agung menduga mekanisme pelaksanaan MBG yang tidak sederhana memang sengaja dirancang agar menciptakan banyak pemain ekonomi di berbagai lapisan masyarakat.
“Dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat, maka perekonomian di tingkat bawah akan ikut menggeliat,” ujarnya.
Meski demikian, Agung menekankan pentingnya keterlibatan para ahli gizi dan koordinasi lintas sektor agar pelaksanaan program berjalan aman dan menyehatkan, terutama di tengah maraknya kasus keracunan makanan di sejumlah daerah.
“Kemitraan dan koordinasi aparatur pemerintah lokal, dinas pendidikan, SPPG, sekolah, dengan puskesmas memang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pelaksanaan MBG yang aman dan menyehatkan tentu membutuhkan koordinasi untuk pengendalian MBG yang menyeluruh dan berkelanjutan,” ujarnya lagi.
Ia juga menilai program MBG akan sulit dihentikan, mengingat program tersebut merupakan janji politik dari pemenang Pemilu. Pemenuhan janji politik, lanjutnya, menjadi simbol kewibawaan pemerintah.
Lebih jauh, Agung menjelaskan kebijakan MBG memiliki dasar kuat dari sisi data makro. Berdasarkan catatan IDEAS, kelompok masyarakat di kuintil 1 dan 2 — atau 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah masih memiliki pengeluaran di bawah atau hanya sedikit di atas garis kemiskinan, dengan 60 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk pangan.
“Secara teori, kehadiran MBG tentu akan sangat membantu perekonomian sekaligus peningkatan gizi kelompok ini. Hanya tata kelola yang mendesak untuk segera diperbaiki. Kasus keracunan semoga bisa menjadi pelajaran penting yang perlu diperhatikan untuk perbaikan ke depannya. Jangan sampai adanya kasus keracunan malah memudarkan tujuan dasar dari diluncurkannya program ini,” pungkasnya.