IndoStrategi Research Intelligence bekerja sama dengan The Deakin University

Intime – Lancaster University Indonesia dan Laboratorium Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta menggelar webinar bertajuk “Kebijakan Luar Negeri Trump: Perubahan Paradigma atau Anomali Sementara?” pada Senin, 23 Juni 2025.

Webinar tersebut berlangsung pukul 15.30–17.00 WIB via Zoom ini dihadiri oleh para akademisi, peneliti, dan mahasiswa dari berbagai institusi.

Webinar ini bertujuan untuk mengkaji arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah Presiden Donald J. Trump yang dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip diplomasi tradisional AS. Dengan pendekatan “America First”, pemerintahan Trump menarik diri dari sejumlah komitmen global seperti Paris Agreement, WHO, dan UNESCO, serta memperlihatkan kecenderungan unilateral dalam menentukan arah hubungan internasional.

Rektor The Deakin University – Lancaster University Indonesia,
Prof. Greg Barton menekankan bahwa kebijakan luar negeri Trump mencerminkan pergeseran besar dalam peran Amerika di dunia.

“Kita sedang menyaksikan perubahan revolusioner yang melemahkan sistem aliansi seperti NATO. Trump yang dikenal isolasionis justru tampil agresif, memberi keuntungan bagi kekuatan seperti Rusia. Sementara itu, Eropa mulai menyadari pentingnya kemandirian strategis,” ungkap Barton.

Ia juga menyoroti kecenderungan otoriter dan kleptokratis dalam pemerintahan Trump, serta penguatan kelompok elit kaya dan gerakan anti-imigran yang membentuk lanskap politik baru di Barat.

Sementara itu, Dr. Asep Setiawan, Dosen Hubungan Internasional sekaligus Koordinator Laboratorium Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, menyoroti dampak kebijakan Trump terhadap stabilitas kawasan Asia Tenggara. Di bawah kepemimpinan Trump, dilihat terjadinya erosi terhadap peran tradisional ASEAN yang selama ini berhasil menjaga stabilitas kawasan.

“Pendekatan bilateral yang dikedepankan Trump, alih-alih multilateralisme, telah memarginalkan kerja sama regional seperti KTT ASEAN–Amerika Serikat. Negara-negara di Asia Tenggara kini terpaksa memilih antara Beijing atau Washington, yang menimbulkan fragmentasi internal,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyarankan agar Indonesia memperkuat hubungan dengan negara-negara middle power untuk menyeimbangkan tekanan geopolitik antara AS dan Tiongkok.

“Kedaulatan ekonomi nasional harus diperkuat dan tidak lagi bergantung pada korporasi global. Reposisi ASEAN dan menurunnya hubungan regional harus diimbangi dengan komitmen Indonesia terhadap tujuan-tujuan global seperti SDGs dan isu lingkungan,” pungkasnya.

H.E. Hajriyanto Y. Thohari, Duta Besar RI untuk Lebanon (2019–2025), mengajak peserta melihat kebijakan Trump dari sudut pandang politik domestik Amerika.

“America First bukan doktrin ideologis, tetapi respons politik atas kekecewaan publik terhadap dominasi global AS. Meski terlihat zigzag dan tidak terprediksi, Trump tetap berambisi mempertahankan dominasi global, dengan gaya terang-terangan dan tanpa kompromi,” ujar Hajriyanto.

Ia juga menyebut Trump sebagai sosok erratic, pemimpin yang tidak memiliki pola tetap dan cenderung mengambil keputusan secara spontan. Kebijakan luar negerinya disebut heterodoks, karena tidak mengikuti pakem tradisional diplomasi AS.

“Trump menjalankan kebijakan luar negeri zigzag: terkadang licik, terkadang cerdas. Tidak ada konsistensi, namun semuanya tetap mengarah pada satu hal hasrat untuk mempertahankan dominasi global AS,” jelasnya

Webinar ini menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Trump, apakah akan menjadi cetak biru baru atau hanya fase sementara, telah membawa dampak signifikan terhadap arsitektur politik internasional dan regional, dengan konsekuensi yang masih terasa hingga kini.

Ali Noerzaman selaku Direktur Penelitian IndoStrategi menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri Presiden Trump telah memperlihatkan tantangan baru terhadap tatanan global yang selama ini dibentuk oleh konsensus multilateral.

“Melalui webinar ini, kami menyoroti bahwa dinamika yang dibawa Trump, baik dari segi gaya kepemimpinan maupun substansi kebijakan telah menciptakan ketidakpastian yang luas di berbagai belahan dunia, termasuk Asia Tenggara,” ujar Ali.

Lebih lanjut, IndoStrategi menilai bahwa fenomena Trump bukan sekadar anomali personal, tetapi bagian dari gejala struktural di dalam negeri AS: meningkatnya nasionalisme domestik, politik identitas, serta hilangnya kepercayaan publik terhadap globalisme.

Hal ini, menurut IndoStrategi, mendorong negara-negara seperti Indonesia untuk memperkuat diplomasi strategis dengan sesama negara berkembang dan middle power, serta merevitalisasi komitmen terhadap multilateralisme yang inklusif dan berkeadilan adalah hal mutlak.

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini