Oleh Achmad Nur Hidayat (Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)
Penanganan kasus baku tembak anggota polisi yang menewaskan Brigadir J hingga saat ini masih misterius. Banyak informasi yang simpang siur dan kecurigaan kepada oknum institusi Polri pun makin menjadi.
Hal ini, tentu tidak akan berakhir sampai penyidik menyampaikan hasil penyelidikan.
Dalam hal ini peranan Komnas HAM sebagai institusi penegakkan Hak Asasi Manusia tentunya ditunggu kiprahnya oleh publik, karena institusi ini menjadi garda terdepan dalam penegakkan HAM di Indonesia.
Independensinya harus benar-benar terjaga tanpa ada keberpihakkan kepada siapapun selain kepada kebenaran berdasarkan bukti-bukti hasil penyelidikan.
Komnas HAM dilibatkan dalam penanganan kasus penembankan Brigadir J ini karena diduga dalam kasus ini ada pelanggaran HAM. Tanggal 26 Juli 2022 Komnasham memeriksa 7 ajudan yang melekat dengan Kadiv Program nonaktif Ferdy Sambo.
Dalam penanganan kasus ini Komnas HAM terkesan bekerja lambat, contohnya hingga tanggal 26 Juli 2022 Komnas HAM belum juga memeriksa TKP yaitu rumah dinas Ferdy Sambo.
Dan Komnas HAM lebih dulu memeriksa para ajudan daripada pemilik rumah. Kelambatan gerakan Komnas HAM ini terkesan seperti disengaja.
Jadi Komnas HAM lebih baik memerika Ferdi Sambo dan istrinya lebih dahulu dan datang ke TKP sebelum memeriksa ajudan-ajudannya.
Komnas HAM menyampaikan bahwa mereka fokus kepada luka yang diderita Brigadir J, tapi harusnya tidak hanya lukanya saja karena itu pasti harus menunggu hasil autopsi diterbitkan dan tentunya akan membutuhkan waktu yang lama dan TKP semakin terkontaminasi.
Ada kesan Komnasham ini melihat animo publik dulu baru bekerja. Sementara Komnas HAM ini adalah lembaga independent yang seharusnya tidak tergantung kepada pemerintah ataupun tergantung kepada aparat keamanan.
Apalagi yang menjadi objek penyelidikan adalah aparat keamanan. Yang sulit dimengerti bahwa di era-era saat ini Komnasham sepertinya mempunyai narasi yang sama dengan pihak yang cenderung mempunyai potensi untuk melakukan pelanggaran.
Komnas HAM sudah mendapatkan foto-foto dari pihak keluarga, artinya ada bukti-bukti yang sudah dipegang. Dan yang menarik adalah Komnasham hanya menunggu hasil dari autopsi ulang, dan ini mengesankan bahwa Komnas HAM tidak dalam posisi siap mengambil laporan dari masyarakat dan melakukan investigasi kepada oknum aparat keamanan yang dituduh melakukan pelanggaran HAM.
Jadi, kenapa harus menunggu otopsi ulang padahal sudah mendapatkan data yang katanya lebih luas dari yang disampaikan oleh polisi tapi tidak ditindaklanjuti.
Bidang penyelidikan Komnas HAM ini bukan bidang penyelidikan seperti TGPF melainkan lebih untuk memastikan unsur pelanggaran HAM dalam kasus ini.
Jadi Komnas HAM saat ini terkesan tidak mempunyai taring dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Ini terbukti dari Country Report mengenai HAM yang diterbitkan oleh Kedutaan Amerika Serikat yang menyebutkan beberapa pelanggaran yang telah dilakukan di Indonesia seperti pada kasus kematian petugas-petugas KPPS dan pembunuhan terhadap 6 laskar FPI di KM50. Ini adalah sebuah kemunduran.