Oleh: Achmad Nur Hidayat (Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)
Pernyataan bahwa polisi tidak akan ungkap motif Irjen Ferdy Sambo memerintahkan ajudannya membunuh Brigadir J demi menjaga perasaan sungguh aneh dan tidak fair.
Hal ini, dapat dinilai bahwa kepolisian dalam menegakkan menangani kasus Irjen Ferdy Sambo tidak menggunakan asas equality before the law.
Bila yang melakukan pembunuhan brigadir J misalkan adalah seorang masyarakat sipil atau polisi bukan perwira tinggi apakah polisi akan melakukan yang sama. Ini sudah tebang pilih dan terkesan ada hal yang ditakuti karena pengungkapan motif tersebut.
Jajaran kepolisian benar-benar harus belajar dari kasus kopral dua M anggota TNI di mana tersangka dan terduga dalang benar-benar motifnya diungkapkan ke publik.
Motif kopral dua M menyuruh orang membunuh istrinya adalah karena motif asmara terlarang.
Jenderal TNI, Andika Perkasa, bahkan yang tampil di media menyebutkan motif anggotanya kopral dua M adalah motif asmara terlarang. Ini karena menjunjung tinggi asas penegakan hukum equality before the law bukan menjaga perasaan apalagi alasan motifnya urusan orang dewasa.
Motif asmara terlarang juga dapat dimaknakan urusan orang dewasa, namun tetap saja untuk kasus kopral dua M diungkapkan ke publik dan akhirnya publik mengetahui tingkah laku kopral dua M yang sebenarnya memalukan pihak keluarga besarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa motif pembunuhan itu hanya bisa didengar oleh orang dewasa.
Oleh karena itu, dalam proses penyidikan tersangka Ferdy Sambo seharusnya pihak penyidik juga menerapkan asas equality before the law di mana semua orang diperlakukan sama di mata hukum.
Semoga publik mendapatkan kejelasan informasi motif dari penetapan tersangka Ferdy Sambo demi menjunjung tinggi asas equality before the law.
Seharusnya kepolisian menjadikan momen kasus brigadir J sebagai momen bersih-bersih mengembalikan marwah kepolisian sebagai pengayom masyarakat bukan pengayom pati polisi yang bersalah.
Seharusnya hal ini dijadikan Kapolri sebagai momen untuk mengembalikan integritas dan kredibilitas kepolisian di mata publik setelah lebih dari satu bulan lebih, publik mendengar skenario Irjen Ferdy Sambo yang diulang-ulang berbagai institusi lain seperti kompolnas dan Komnas HAM.