Intime – Pelaporan terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah oleh Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berdasarkan kebenaran dan bukti terkait kasus dugaan korupsi yang dituduhkan.
Pengaduan terkesan pesanan atau order dari Mafia yang sedang di buru pihak Kejaksaan.
“Laporan tersebut layaknya mengarang cerita bebas dan fitnah yang dituduhkan kepada Jampidsus Febrie, karena tanpa adanya pengetahuan dari pelapor tentang fakta yang sebenarnya, akhirnya hanya karangan cerita murahan sebagai fitnah yang menyerang pribadi dan keluarga Febrie Adriansyah selaku Jampidsus,” kata sumber internal Kejaksaan dalam perbincangannya, Jumat (14/3).
Oleh karenanya, kata sumber, pengaduan tersebut tidak perlu dilakukan penyelidikan oleh KPK. Hal itu membuang waktu dan energi, alangkah baiknya sumber daya yang ada di KPK digunakan untuk penanganan kasus-kasus korupsi yang besar dan menjadi prioritas kepentingan bangsa atau masyarakat banyak.
Seperti lelang aset saham PT GBU tidak perlu dilakukan penyelidikan, cukup diperiksa aparat Pengawasan Kejaksaan dan tentunya juga bisa di supervisi atau dikordinasikan hasilnya oleh KPK.
“Langkah tersebut sangat bijak untuk tetap menjaga marwah kejaksaan dan semangat para jaksa yang sedang berjuang berhadapan dengan Mafia besar yang selama ini tidak tersentuh hukum,” ucap sumber internal Kejagung.
Sehingga masyarakat akan menilai bahwa semua aparat penegak hukum kompak memberantas korupsi yang selama ini dikeluhkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan menjadi hambatan untuk mencapai target kemakmuran masyarakat sebagaimana Asta Cita yang harus terwujud.
Pasalnya lelang saham PT GBU sepenuhnya dilaksanakan oleh Badan Pemulihan Aset (BPA) yang dulu dikenal Pusat Pemulihan Aset (PPA) bersama Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah dilakukan penilaian aset oleh appraisel.
Hal tersebut sama sekali tidak ada kaitan dengan penyidik apalagi dengan Jampidsus, tidak ada ketentuan satu pasal pun yang mensyaratkan harus disetujui atau di laporkan ke Jampidsus terkait proses lelang barang bukti di BPA.
Sementara soal kasus Zarof Ricard terkait asal usul uang suap Rp 920 miliar serta 51 kilogram emas yang ditemukan di rumah saat penggeledahan tidak dimasukan dalam surat dakwaan, karena belum ada alat bukti yang kuat dan
tersangka Zarof Ricard tidak mau buka suara dan memberikan keterangan kepada penyidik Jampidsus mengenai asal usul uang suap dan gratifikasi hampir Rp 1 triliun.
Hal tersebut disampaikan Direktur Penuntutan pada Jampidsus, Sutikno dalam menanggapi dakwaan JPU terhadap terdakwa Zarof Ricar.
Ia mengatakan pada saat penyidikan, Zarof Ricar tidak mengakui bahwa uang hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas itu berasal dari hasil suap dan gratifikasi penanganan perkara di pengadilan dan Mahkamah Agung (MA).
Bahkan, kata Sutikno, tim penyidik Jampidsus telah berupaya mengejar semua sumber alat bukti untuk mengetahui asal uang suap yang diterima Zarof. Namun hingga batas waktu penahanan Zarof habis, alat bukti tsb belum di peroleh.
“Jaksa telah berupaya, tapi alat bukti yang cukup baru di temukan dalam kasus suap yang di terima KPN Heru Budi yang kemudian ditetapkan tersangka,” ucap Sutikno belum lama ini.
Selanjutnya terkait kasus korupsi yang dituduhkan pelapor mengenai penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola tambang batubara di Kalimantan Timur hingga kini masih dilakukan penyidikan.
Berdasarkan informasi yang diterima, tim penyidik Jampidsus tengah menghitung kerugian negara yang ditimbulkan, karena kasus ini cukup besar dan rumit, maka membutuhkan waktu yang lama, agar tidak salah mengkonstruksikan modusnya.
“Kasus tata kelola batubara di Kalimantan Timur masih terus berjalan penyidikannya. Pada saatnya akan disampaikan ke publik terkait sejumlah pihak yang akan ditetapkan tersangka,” ujar sumber internal Kejagung.
Selain itu soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dituduhkan kepada Jampidsus dengan melibatkan sejumlah pihak yang disebut sebagai gatekeeper, itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Febrie. Karena teman-teman kuliah yang di tuduhkan sebagai gatekeeper tentunya sejak tamat kuliah mempunyai kesibukan dan profesi di banyak bidang, sama sekali tidak terkait dengan profesi Febrie sebagai Jaksa, maka tidak adil jika semua orang yang dekat secara keluarga atau teman sejak lama di tuduh semuanya terlibat korupsi.
Menanggapi hal tersebut, kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan menilai bahwa pelaporan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya untuk menghancurkan karakter Febrie yang selama ini dikenal berani dan gencar memberantas kasus korupsi kelas kakap.
Umar juga menyebut bahwa pelaporan tersebut merupakan serangan balik koruptor dan perlawanan terhadap Jampidsus Febrie yang saat ini tengah membongkar kasus korupsi besar yang merugikan negara triliunan rupiah.
“Dia getol memberantas korupsi. Sekarang karakternya mau dihancurkan,” kata Umar dalam unggahannya di akun X Twitter, yang dikutip pada Jumat (14/3).
Meski demikian, Umar Hasibuan memberikan dukungan penuh kepada Febrie Ardiansyah agar tidak gentar menghadapi tekanan yang ada.
“Jangan mundur pak Febrie, karena banyak rakyat Indonesia mendukungmu,” ujar Umar.
Sebelumnya Pakar hukum Prof Hibnu Nugroho menyebutkan bahwa berita soal desakan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) kepada KPK diduga merupakan serangan balik koruptor untuk menghambat pemberantasan korupsi besar yang dilakukan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah.
Selain itu, Hibnu menghimbau KPK, sebaiknya KPK bisa berkolaborasi dengan Kejaksaan untuk memberantas mafia berkedok bisnis yang telah Menggarong hak hak masyarakat, Hibnu juga mengatakan KPK jangan hanyut terbawa skenario dari aktor intelektual dibalik para pelapor yang mengaku sebagai penggiat anti korupsi. Dan sebaiknya pelapor juga harus membantu penyidik memberi informasi tentang mafia minyak di pertamina yang selama ini kebal hukum.