Manajemen Televisi Republik Indonesia (TVRI) buka suara soal adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan secara massal di lembaga penyiaran nasional tersebut.
Seperti diketahui, isu mengenai PHK yang menimpa karyawan TVRI mencuat di berbagai media massa.
Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) Iman Brotoseno pun membantah isu tersebut, mengingat para karyawan TVRI pada dasarnya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Mana bisa ASN di-PHK?,” katanya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (10/2).
Iman menjelaskan sebagian karyawan TVRI ada yang berstatus sebagai kontributor atau pegawai honorer. Para pegawai honorer tersebut bekerja seperti freelance, yang mana upahnya dibayar dari anggaran daerah berdasarkan penayangan berita.
“Pemakaian jasa kontributor di TVRI Daerah distop dulu. Hal itu merupakan kebijakan TVRI Daerah, kalau beritanya ditayangkan, baru dibayar dari anggaran daerah. Jadi semacam ‘freelance’,” katanya.
Dia juga menjelaskan kontributor bukan PPNPN (Pegawai Pendukung Non-Pegawai Negeri) dan bukan juga Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena itu tergantung daerah untuk mengurangi kontributor atau tetap memakai sebagian.
“TVRI tidak melakukan PHK ke karyawan ASN-PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), pengurangan kontributor itu bukan kebijakan TVRI Nasional atau Pusat,” kata Iman.
Selain itu, Iman menerangkan, ada satpam, “cleaning service” dan pengemudi (driver) yang merupakan “outsourcing” memang terkena dampak. “Tapi tidak semuanya, tidak kru produksi yang di-PHK,” katanya.
Iman menambahkan saat ini kebijakan pengurangan karyawan diserahkan sepenuhnya ke TVRI Daerah masing-masing.
“Ini kebijakan ada pada TVRI Daerah, ada daerah yang tidak mengurangi. Ada yang mengurangi sebagian,” katanya.
TVRI patuh kepada kebijakan efisiensi dari pemerintah.
“TVRI tetap berusaha layar tidak terganggu dan menjalankan fungsi pelayanan publik meski ada program yang dihentikan dulu,” pungkasnya.