Perayaan 10 Tahun, YKAN Konservasi Alam Nusantara dengan Tema ‘Together, We Find a Way’

Dalam satu dekade terakhir, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) telah menjadi katalisator perubahan untuk melindungi alam dan melestarikan kehidupan di beberapa wilayah di Indonesia.

YKAN mengadakan perayaan ulang tahun ke-10 dengan mengusung tema ‘Together, We Find a Way’.

Sejak berdiri pada tahun 2014, YKAN terus berkomitmen memberikan kontribusi signifikan dalam melindungi alam dan keanekaragaman hayati dan menyejahterakan masyarakat.

YKAN secara aktif melakukan implementasi program konservasi alam berbasis ilmiah dan non-konfrontatif di 14 provinsi, mencakup perlindungan ekosistem daratan dan lautan yang merupakan penyangga kehidupan.

Salah satu kolaborasi dalam kerja konservasi dilakukan YKAN bersama dengan pemerintah melalui Kementerian Kehutanan RI.

Menurut Sekretaris Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan RI, Ammy Nurwati, tantangan ke depan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sangat besar, beragam dan kompleks.

“Pemerintah tidak bisa mengatasi tantangan tersebut sendirian. Kami membutuhkan peran aktif dari swasta, akademisi dan masyarakat, termasuk peran lembaga swadaya masyarakat, seperti YKAN,” ucap Ammy di Jakarta (6/12).

Menurut Ammy, pelestarian keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama pemerintah, tercermin dalam ratifikasi berbagai perjanjian internasional seperti Convention on Biodiversity (CBD), World Heritage Convention (WHC) dan lainnya.

Namun, tantangan seperti pencemaran, perambahan, perburuan ilegal, serta aktivitas ilegal seperti penebangan, penangkapan ikan, dan penambangan menjadi ancaman serius.

Ia juga menambahkan, keberadaan 6.000 desa di sekitar kawasan konservasi menjadi tantangan tersendiri, terutama terkait kesejahteraan masyarakat

“Sampah laut berdampak pada ekosistem pesisir, termasuk mangrove, lamun, dan terumbu karang. Kehilangan biodiversitas akibat perambahan, perburuan, dan aktivitas ilegal lainnya juga terus meningkat. Kita perlu melibatkan masyarakat untuk mengatasi hal ini. Jika masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi, mereka cenderung menjaga kawasan tersebut,” sebut Ammy.

Pemberdayaan masyarakat lokal dan adat dalam melestarikan alam dilakukan juga di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sejak tahun 2019, YKAN mendukung Pemerintah Kabupaten Berau bersama Yayasan Darma Bhakti Berau Coal dan UGM dalam melaksanakan Program SIGAP SEJAHTERA.

Program ini mengadopsi pendekatan SIGAP (Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan), yang dikembangkan oleh YKAN, untuk memberdayakan masyarakat dengan menggunakan potensi yang dimiliki desa.

Sebagai bagian dari Program SIGAP Sejahtera ini, setiap kampung di Berau, yang berjumlah 100 kampung di 12 kecamatan, diberi masing-masing satu pendamping, yang disebut ‘Pejuang SIGAP Sejahtera.’

Mereka didampingi untuk memperkuat tata kelola desa, melindungi dan mengelola hutan dan sumber daya alam secara lestari, memperoleh hak kelola, dan mengembangkan ekonomi ramah lingkungan. Salah satu dampak positif dari pelaksanaan SIGAP Sejahtera terlihat dari peningkatan jumlah Desa Mandiri berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM), dari yang sebelumnya dua desa di awal program menjadi 19 Desa Mandiri saat ini.

“Kabupaten Berau dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa. Kami berupaya menjadikan wilayah ini sebagai contoh praktik konservasi yang berkelanjutan. Dengan peran aktif masyarakat serta mitra seperti YKAN, kami yakin dapat mewujudkan visi pembangunan hijau yang bermanfaat bagi Berau dan upaya konservasi nasional,” ujar Bupati Berau, Sri Juniarsih pada kesempatan yang sama.

Selain SIGAP, Kabupaten Berau juga menjadi lokasi untuk pelaksanaan program tambak ramah lingkungan melalui pendekatan Shrimp Carbon Aquaculture (SECURE). Metode SECURE mencoba memperbaiki cara dan hasil budi daya udang tradisional sembari merestorasi mangrove yang rusak.

Herdin, salah satu petambak dari Kampung Pegat Batumbuk mengatakan, selama ini para petambak di kampungnya masih memanfaatkan lahan mangrove untuk budidaya perikanan.

Menurut Herdin, semakin hari lahan mangrove yang dikonversi menjadi tambak semakin luas karena para petambak masih menggunakan cara-cara tradisional yang tidak ramah lingkungan.

“Kami menjadi sadar bahwa mangrove bukan hanya penting bagi satwa liar tetapi juga bagi masyarakat pesisir dan budidaya tambak kami. Bila mangrove di sekitar tambak rusak, maka hasil tambak akan terus menurun. Saat ini hasil panen memang belum sebanyak dulu tapi secara bertahap mulai meningkat. Selain itu, kami juga mendapatkan panen lain seperti kepiting dan bandeng,” sebutnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini