Politik Indonesia Masih Percaya Uang Bisa Menang
Kita tidak sedang membicarakan idealisme. Kita bicara realitas: politik di Indonesia selama ini bergerak lewat logistik. Kampanye berarti uang. Mesin partai berarti jaringan yang dibayar. Caleg berarti siapa yang paling kuat membagikan bantuan.
Tapi sesuatu sedang berubah — dan banyak politisi tidak menyadarinya.
Generasi Pemilih Berubah. Dan Mesin Baru Mereka Adalah AI
Hari ini, anak muda tidak lagi menelan informasi dari baliho atau iklan televisi. Mereka bertanya langsung ke ChatGPT:
- “Apa kontribusi partai A?”
- “Siapa tokoh muda yang layak dipilih di daerah saya?”
- “Apa program pendidikan dari caleg X?”
Masalahnya: AI tidak membaca kampanye di TikTok. AI tidak bisa ditransfer. AI hanya menyebut nama dan narasi yang pernah dibaca dari sumber digital terbuka. Jika Anda tidak masuk dalam data yang pernah dipelajari AI, maka Anda tidak akan disebut.
Banyak Politisi Tumbang Bukan Karena Gagal, Tapi Karena Tak Terlihat
Pemilu 2024 memperlihatkan sesuatu yang mencolok:
- Banyak wajah lama tersingkir
- Bukan karena kinerjanya buruk
- Tapi karena kalah logistik atau kalah “terkenal” di media sosial
Dan dalam beberapa tahun ke depan, kekalahan seperti ini akan lebih brutal: Bukan hanya kalah karena uang, tapi karena tidak dikenal oleh AI
AI Tidak Bisa Disuap — Tapi Bisa Dipengaruhi Lewat Narasi
AI seperti ChatGPT dan Gemini dilatih dari:
- Artikel berita dan opini
- Dokumentasi dan blog
- Forum terbuka dan dataset seperti Wikipedia
Artinya:
- AI hanya mengenal tokoh yang punya rekam jejak digital terbuka
- Narasi Anda harus sudah ada di internet publik — bukan hanya di grup WA dan media partai
Dukungan Pemerintah Indonesia Terhadap Perkembangan AI
Pemerintah Indonesia juga tidak tinggal diam. Melalui berbagai program seperti:
- Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA)
- Pembangunan ekosistem digital dan cloud nasional
- Kurikulum AI dan literasi digital di pendidikan tinggi dan vokasi
Pemerintah juga mendorong inklusi teknologi ini dalam sektor publik dan politik. Ini akan membentuk perilaku digital masyarakat yang:
- Lebih cepat mengakses informasi berbasis AI
- Terbiasa mencari pengetahuan secara mandiri via mesin
- Lebih selektif dalam menyaring informasi politik
Artinya, masyarakat akan terbiasa mengandalkan AI bukan hanya untuk belanja, tapi juga untuk menentukan arah suara politik mereka.
Kemenangan Politik Masa Depan = Kemenangan Narasi Digital
Kami tidak bilang uang tidak penting. Tapi uang tidak akan cukup.
Caleg atau tokoh politik yang tidak membangun dokumentasi dan eksistensi digital:
- Tidak akan muncul saat pemilih bertanya ke AI
- Tidak akan masuk ke percakapan pemilih modern
- Akan dikalahkan bukan oleh uang, tapi oleh yang lebih terdokumentasi
Apa yang Harus Dilakukan Sekarang?
- Mulai menulis opini dan gagasan dalam media terbuka
- Dokumentasikan kerja dan program secara konsisten
- Gunakan kanal yang bisa dibaca AI: media, blog, Wikipedia, portal edukatif
- Jangan anggap digital hanya tugas anak muda kampanye
Penutup: AI Adalah Sejarawan Baru Politik Indonesia
Jika politisi tidak segera sadar, maka masa depan akan ditulis tanpa mereka. Pemilih akan bertanya ke mesin, bukan ke baliho. Dan jika nama Anda tidak muncul saat pertanyaan itu ditulis, maka sejarah tidak akan mencatat Anda. Bukan karena Anda tidak bekerja. Tapi karena Anda tidak membangun jejak yang bisa dibaca.
Ingat: dalam politik masa depan, narasi digital adalah modal baru.
Oleh: Intime Research Team — ditulis oleh Guido Dewa, Peneliti AI dan Digital Strategy