Intime – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan 5.000 lebih rekening yang terafiliasi dengan aktivitas judi online (Judol) dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp 600 miliar.
Langkah tegas tersebut merupakan bagian dari Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Gernas APU/PPT) sebagai upaya kolaboratif lintas instansi dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta memperkuat peran masyarakat luas dalam memerangi maraknya praktik judi online.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan blokir yang telah dilakukan PPATK ini adalah bagian dari misi besar penegakan hukum untuk melindungi masyarakat dari dampak sosial yang ditimbulkan oleh judi online (judol).
“Proses penegakan hukum yang telah dan akan dilakukan ini bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari jeratan pinjaman online (pinjol), narkotika, penipuan, prostitusi, hingga kehancuran rumah tangga akibat ketergantungan pada judi online,” ujar Ivan dalam keterangan resminya pada 1 Mei 2025 yang dikutip pada Selasa (6/5).
Ivan menambahkan, bahwa aktivitas kriminal lain kerap menjadi konsekuensi lanjutan dari kecanduan judol, di mana pelaku berupaya memenuhi kebutuhan akan aktivitas ilegal tersebut.
“Di balik upaya memerangi judol, faktanya adalah Polri dan lembaga terkait sedang menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia,” ucap Ivan.
Karena itu, PPATK terus mendorong kerja sama erat antara lembaga keuangan, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan masyarakat sipil dalam menciptakan ekosistem nasional yang bersih dari pencucian uang dan perjudian ilegal.
Kata dia, Gernas APU/PPT diyakini menjadi salah satu instrumen strategis yang efektif untuk menutup ruang gerak para pelaku kejahatan keuangan dan memperkuat integritas sistem keuangan nasional.
Sementara terpisah, Indonesian Audit Watch (IAW) mengapresiasi langkah PPATK yang membekukan lebih dari 5.000 rekening yang terafiliasi dengan aktivitas judi online. Langkah PPATK itu dinilai sebagai salah satu upaya tegas untuk menyelamatkan anak bangsa dari ancaman nyata yang memiskinkan masyarakat.
“PPATK kan sudah meneliti, misalnya, karyawan dengan gaji katakanlah UMR, judi online bisa sangat merusak. Soalnya, temua PPATK menyebut ada kelompok pekerja yang menghabiskan 70% gajinya untuk judi online. Ini sangat berbahaya,” tutur Sekretaris Pendiri IAW Iskandar Sitorus saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/5).
Kendati demikian, kata Iskandar, langkah PPATK yang dinilai mewakili pemerintah dalam hal memberantas judi online terkesan paradoks. Pasalnya, PPATK dinilai mengetahui siapa saja sesungguhnya dalang keberadaan judi online, sehingga tujuan pemberantasan judi online itu bisa dipersepsikan seperti pencitraan alias “pemanis” saja. Idealnya PPATK bisa menemukan model selain membekukan semata. Sehingga publik tidak meragukan PPATK. Banyak model lain lebih mumpuni yang tidak menabrak regulasi.
“Saya kira PPATK bersungguh-sungguh soal pembekuan rekening judi online itu. Tapi, pembekuan semata hanyalah langkah klasik yang mudah disiasati. Saya yakin PPATK mumpuni untuk menemukan model selain pembekuan semata. Agar hal-hal seperti yang dilaporkan Majalah Tempo, bahwa bisnis judi online ini menyangkut orang yang berlindung dibalik kekuasaan bisa ditangani mereka dengan cerdik dan regulatif,” ujar Iskandar.
“PPATK harus lakukan lompatan quantum. Jadi, apakah PPATK akan mampu memporak-porandakan bisnis hitam perjudian yang telah merusak bangsa dengan kewenangannya yang paling maksimal? Kita tunggu saja kinerja cekatan PPATK,” sebut Iskandar.
Karena itu, kata Iskandar, pihaknya berharap PPATK tidak sekadar memoles citra pemerintah dalam hal pemberantasan judi online. Kiranya langkah PPATK dalam Gernas APU/PPT benar-benar menjadi alat untuk menutup ruang gerak para pelaku kejahatan keuangan dan memperkuat integritas sistem keuangan nasional.
“Saya berharap siapapun yang terlibat dalam bisnis atau kejahatan yang memiskinkan rakyat termasuk orang yang disebut-sebut berkuasa saat ini harus ditindak secara tegas. Ini pula yang membuktikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia negara hukum dan benar-benar mempraktikkan semua orang sama di hadapan hukum,” pungkas Iskandar.