Intime – Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Riano P Ahmad dengan lantang menolak Ondel-ondel dimanfaatkan sebagai alat untuk mengamen. Riano menilai praktik ini merusak citra ondel-ondel sebagai simbol budaya Betawi.
Menurut dia, Ondel-ondel layaknya bertengger di ruang-ruang terhormat bukan di jalan dengan minta-minta uang ke warga.
“Ondel-ondel itu ikon budaya, bukan alat mengemis. Tempatnya bukan di jalanan, tapi di ruang-ruang yang layak,” tegas Riano, pada Rabu (28/5).
Ia mendukung langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI yang menertibkan para pengamen ondel-ondel. Menurutnya, banyak dari mereka bukan warga Jakarta, melainkan pendatang dari luar daerah.
“Sebagian besar bukan orang Betawi. Ini harus jadi perhatian serius. Jangan sampai penertiban cuma saat ada tekanan dari atasan,” ucapnya.
Riano juga mendorong adanya pembinaan dan edukasi jangka panjang, terutama untuk pengamen muda. Ia berharap pemerintah daerah asal para pengamen turut dilibatkan.
“Koordinasikan dengan kepala daerah asal mereka. Ini soal menjaga martabat budaya. Ondel-ondel tidak bisa diperlakukan sembarangan,” kata politisi NasDem itu.
Tak hanya ondel-ondel, Riano juga menyinggung seni budaya lain seperti Tanjidor dan Barongsai agar ditampilkan di tempat yang pantas dan punya izin resmi.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menghadiri penandatanganan kesepakatan pelestarian budaya Betawi di Hotel Borobudur. Kegiatan ini menandai peluncuran Balairung Sedaya, program kolaborasi seni budaya di hotel berbintang.
“Budaya Betawi harus hidup di ruang publik, bukan cuma di atas kertas. Kolaborasi lintas sektor akan memperkuat identitas Jakarta sebagai kota multikultur,” ujar Pramono.
Ia menyebut, sepuluh hotel bintang lima sudah bergabung dalam program tersebut, dari penyajian kuliner Betawi hingga pertunjukan seni.
“Ini bukan sekadar pelestarian budaya, tapi investasi jangka panjang bagi Jakarta,” tuturnya.