Konflik Pulau Rempang beberapa waktu belakangan ini jadi pembicaraan masyarakat luas. Lantaran warga di lokasi itu diminta untuk mengosongkan lahan yang menjadi tempat tinggal mereka.
Kasus agraria itu pun menjadi sorotan bakal calon presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo saat hadir pada Kuliah Kebangsaan FISIP Universitas Indonesia (UI).
Di awal diskusi yang digelar Senin (18/9), Ganjar langsung disuguhi pertanyaan konflik agraria di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya.
Ganjar pun tidak menampik, selama menjadi Gubernur Jawa Tengah 10 tahun ia juga kerap menghadapi konflik agraria.
Namun dari pengalaman itu, kini ia mengaku paham betul, konflik agraria tidak hanya bisa diselesaikan hanya masalah ganti rugi. Menurutnya, setiap ada sengketa tanah untuk kebutuhan pembangunan diperlukan adanya mitigasi yang dilakukan pemerintah dan pihak swasta.
Misalnya saja kata Ganjar Pranowo soal kasus rempang. Menurut Ganjar, saat ini jauh berbeda ketika zaman dulu.
Di mana dulu, saat pemerintah mau membangun bisa mengusir warga dengan alasan sertifikat.
“Dulu, dulu, ketika kebijakan pemerintah akan dilakukan dan dilaksanakan pokoknya iya aja deh ini tanahnya enggak ada sertifikat,” ucap Ganjar.
Namun kini kata Ganjar sudah jauh berbeda. Pemerintah saat ini sudah mau memberikan ganti rugi meskipun tanah tersebut belum tersertifikasi.
Akan tetapi kata Ganjar, yang perlu dicatat, bahwa ganti rugi saja terkadang tidak cukup menyelesaikan masalah.
Perlu adanya mitigasi jauh-jauh hari sebelumnya untuk memindahkan warga yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun mendiami tanahnya.
Maka Ganjar pun mengkritik kerap tidak adanya dilibatkan arkeolog, psikolog, sosiolog, atau bahkan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam konflik agraria.
“Mitigasi itulah yang penting untuk mencegah, sehingga saya sampaikan ke Menteri PU, Menteri Perdagangan, Menteri Investasi, coba anda merekrut karyawan yang tidak semuanya insinyur, tolonglah arkeolog, psikolog, sosiolog agar dia bisa menjelaskan dulu,” paparnya.