Indonesia sebagai negara kepulauan mesti mewaspadai ancaman tsunami yang bisa terjadi kapan saja, seperti yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.
Oleh karena itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau negara-negara di dunia untuk tidak “pelit ilmu” dalam upaya membangun sistem peringatan dini tsunami.
Menurutnya, sharing knowledge menjadi kunci menguatkan sistem peringatan dini tsunami, khususnya tsunami berbasis non seismik.
“Kejadian tsunami non seismik semakin marak terjadi. Maka dari itu, sharing pengetahuan perlu dilakukan lebih mendalam antara seluruh working group dari setiap kawasan sehingga pembangunan sistem peringatan dini tsunami berbasis non seismik dapat lebih diperkuat,” ungkap Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/2).
Dwikorita mengatakan, sistem peringatan dini tsunami yang ada umumnya hanya ditujukan untuk tsunami megathrust yang sebelumnya didahului oleh gempa bumi besar.
“Distem peringatan dini tsunami pada komponen hulu mesti jauh lebih kuat dibandingkan di hili, sehingga perlu untuk dilakukan upaya penguatan infrastruktur peringatan dini tsunami berbasis komunitas,” jelas dia.
Indonesia pernah merasakan dua kali tsunami yang justru bukan disebabkan gempa bumi, yaitu tsunami Palu yang terjadi pada bulan September 2018 disebabkan oleh longsor laut yang dipicu oleh gempabumi.
Dan, tsunami Selat Sunda yang terjadi pada bulan Desember 2018 yang dipicu aktivitas gunung berapi yang mengakibatkan longsor laut dan akhirnya membangkitkan Tsunami.
“Maka dari itu, ketidakmampuan sistem peringatan dini tsunami dalam memberikan informasi yang cepat terhadap tsunami yang dipicu aktivitas non-seismik harus menjadi perhatian utama negara-negara di dunia,” tuturnya.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Dwikorita juga menyampaikan laporan progress penguatan sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami di Samudra Hindia di antaranya adalah telah terbangunnya Multi-Hazard Platform.
Termasuk diakuinya 12 komunitas di Samudera Hindia sebagai UNESCO-IOC Tsunami Ready Community, serta terbangunnya Sistem Peringatan Dini untuk infrastruktur kritikal di Yogyakarta Internasional Airport dan Ngurah Rai Airport.
Disampaikan juga keberhasilan Indonesia dalam mengusulkan International Standards untuk Community-based Tsunami Early Warning System (ISO Nomor 22328-3).
ISO tersebut menjadi sarana untuk mendorong keterlibatan pihak swasta untuk menerapkan sistem peringatan dini tsunami di wilayah bisnisnya.
Kesempatan tersebut juga dimanfaatkan Dwikorita untuk mempromosikan 2nd UNESCO-IOC International Tsunami Symposium yang akan diselenggarakan di Banda Aceh pada Bulan November mendatang, dalam rangka memperingati 2 decades Indian Ocean Tsunami 2004.