Berbagai nama mulai muncul dalam bursa calon gubernur Jakarta untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Salah satu nama yang santer terdengar adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Namun yang jadi pertanyaan masyarakat, apakah Ahok boleh kembali maju cagub. Pasalnya, eks Komisaris Pertamina itu berstatus narapidana.
Anggota KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya mengatakan, bagi kepala daerah yang berstatus narapidana dengan hukuman di atas lima tahun yang ingin maju Pilkada harus memiliki masa jeda 5 tahun. Setelah itu, yang bersangkutan juga mesti membuat surat peryataan sebagai narapidana.
Ditegaskan Dody, Ahok boleh maju lagi menjadi cagub DKI lantaran mantan Gubenur DKI Jakarta itu divonis dua tahun karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama pada 9 Mei 2017.
“Namun terkait ketentuan mantan terpidana kan ada di undang-undang disebutkan bahwa mantan terpidana yang ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun harus ada masa jeda lima tahun,” ucal Dody di kantor KPU DKI, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).
“Bersangkutan harus membuat apa pernyataan sebagai mantan terpidana. Gitu saya, kalo hal itu terpenuhi terkait dengan masa jeda,” sambungnya.
Kepala Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, serta bupati dan wakil bupati.
“Kemudian terkait dengan administratif yang lain tentu nanti kita akan bisa lihat di peraturan perundang-undangan seperti itu,” tuturnya.
Seperti diketahui, syarat pencalonan kepala daerah diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). Pasal itu mengatur pencalonan bagi mantan terpidana.
“Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana,” bunyi pasal 7 ayat (2) UU Pilkada.
Aturan itu kemudian diperjelas oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUU-XVII/2019.
MK memberi tiga poin rincian mengenai syarat mantan terpidana menjadi calon kepala daerah. Tiga poin itu dibubuhkan dalam pasal 7 ayat (2) UU Pilkada.
“Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; (ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang,” bunyi pasal itu setelah putusan MK.
Ahok divonis dua tahun karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama pada 9 Mei 2017. Ia ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Politisi PDIP itu bebas murni pada 24 Januari 2019 lalu. Ia menjalani masa hukuman 1 tahun 8 bulan dari total 2 tahun vonis.