SETARA Institute mengatakan pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) oleh Presiden Prabowo Subianto melanggar Undang-Undang TNI.
Menurut Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan, pengangkatan Mayor Teddy dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto perlu dilihat dalam kerangka keberlanjutan reformasi TNI.
“Pengangkatan Mayor Teddy melanggar ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI,” ujar Halili dalam keterangan tertulis, Rabu (23/10).
Halili mengatakan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Dengan begitu, perubahan struktur Seskab dari semula setingkat Menteri tidak serta merta membuat posisi itu masuk ke dalam posisi jabatan sipil yang dapat diduduki Prajurit TNI aktif.
“Sebab, posisi Seskab maupun Mensesneg tidak termasuk ke dalam jabatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI,” tuturnya.
Seharusnya, kata Halili, ketentuan yang berlaku kembali ke ayat (1) nya, yakni menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
“Pembenaran Seskab diduduki prajurit aktif adalah hal keliru,” kata dia.
Halili lantas menyoroti ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur dengan spesifik perihal jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa pensiun dini.
Di antaranya, adalah jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, dan Intelijen Negara.
Kemudian, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
“Dengan ketentuan yang rinci tersebut, semestinya mudah bagi Presiden untuk meninjau ulang pengangkatan Mayor Teddy,” ucapnya.
Menurut Halili, seharusnya Prabowo memerintahkan Mayor Teddy untuk mundur dari dinas kemiliteran jika ingin menjabat seskab.
“Menjadikan perubahan struktur Seskab sebagai justifikasi penempatan Mayor Teddy hanya memperlihatkan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan UU TNI,” lanjutnya.
Ia juga menilai pengangkatan itu mengingkari semangat reformasi TNI sebagai amanat reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan negara.
“Hal itu ternoda dengan kebijakan penempatan ini. Jika kemudian Revisi UU TNI dilakukan hanya untuk mengakomodasi pilihan Presiden atas Seskab yang dia kehendaki,” tegasnya.
Selain itu, Halili menilai pengangkatan Mayor Teddy juga menegaskan penilaian banyak ahli mengenai autocratic legalism yang mendorong kemunduran demokrasi Indonesia.
“Presiden, hingga para menteri dan pimpinan lembaga, semestinya tetap mendukung dan memperkuat profesionalitas TNI,” ucapnya.
Menurut dia, Prabowo tak seharusnya memberikan jabatan-jabatan tertentu di luar tugas pertahanan dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Reformasi TNI harus berjalan dua arah atau timbal balik. TNI fokus melakukan reformasi dan presiden/DPR/politisi sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan,” tandasnya