Pesta demokrasi akbar bagi rakyat Indonesia akan dilangsungkan pada 14 Februari 2024 melalui Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak diharapkan menjadi momentum memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Setiap kaum muda, terutama pemuda Islam sepatutnya mengubah mindset, bahwa pemilu yang awalnya dianggap sebagai ajang kontestasi politik dan perebutan kekuasaan, menjadi ajang memperkuat rasa kesatuan dan persatuan dari kebhinnekaan bangsa Indonesia.
“Momentum tahun politik ini merupakan kesempatan bagi anak muda untuk mengasah diri dalam penguatan kedewasaan berpolitik,” kata Sekjen Pimpinan Pusat Pertahanan Ideologi Syarikat Islam (PP Perisai) Harjono di sela Rapimnas II PP Perisai di Jakarta, Sabtu (30/9).
Harjono mendorong pemuda Islam menggaungkan hal positif menjelang pemilu dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam menghadapi dinamika politik nasional.
Diperkirakan, lebih dari 200 juta rakyat Indonesia yang akan mengisi daftar pemilih potensial pada Pemilu 2024.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Perisai Chandra Halim mengajak seluruh anak bangsa menyambut Pemilu 2024 dengan damai dan menghindari polarisasi karena perbedaan dukungan politik.
“Menjelang tahun 2024 tensi politik semakin naik panasnya. Saya mengajak semua anak bangsa untuk lebih dewasa dalam bersikap dan tidak terjebak pada situasi yang mengarah polarisasi fanatisme yang berlebihan,” kata Chandra dikutip Sabtu (30/9).
Menurut Chandra, seluruh pihak perlu belajar dari Pemilu 2019 yang mana rakyat terpecah belah. Rakyat terpolarisasi kepada dua kutub calon presiden yang sering disebut cebong dan kampret.
“Cebong dan kampret adalah istilah yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan,” kata Chandra.
Bukan hanya itu, karena polarisasi yang sangat ekstrem akhirnya rakyat sendiri yang dirugikan.
“Ada ibu-ibu pendukung Prabowo Subianto di Karawang harus merasakan dinginnya lantai penjara karena melakukan ujaran kebencian,” kata Chandra.
Belajar dari Pemilu 2019, khususnya kepada pemuda Islam, Chandra mengajak semua pihak menyambut 2024 dengan mempererat silaturahmi dan menjaga stabilitas dan kondusivitas keamanan. “Karena pemilu hanya peristiwa demokrasi biasa yang berulang setiap lima tahun,” kata Chandra.