Pemerintah didesak memuat lembaga adat Betawi dalam melakukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Kekhususan DKI Jakarta. Sebab, upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan dinilai mesti memiliki payung hukum sehingga lebih kuat.
Dosen Antropologi Universitas Indonesia (UI), Yasmine Z. Shahab, menyampaikan, Lembaga Adat Betawi merupakan rekonstruksi sosial bagi warga Betawi. Menurutnya, diperlukan kesiapan bagi masyarakat Betawi agar Lembaga Adat Betawi menjadi persatuan masyarakat Betawi.
“Setidaknya ada dua faktor. Pertama, aktor, yaitu tokoh. Siapa yang akan dijadikan tokohnya? Kalau di Betawi tokohnya, ya, ulama, tetapi dengan perkembangan zaman, tokoh-tokoh adat harus melibatkan berbagai tokoh, seperti praktisi, akademisi, dan tokoh lain,” tuturnya dalam FGD bertema “Peluang dan Tantangan Lembaga Adat Betawi di Tengah Revisi UU 29/2007” di Kampus Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA), Jakarta, pada Selasa (6/6).
“Kedua, sistem yang dibangun. Lembaga adat akan menjadi kekuatan soaial politik ketika sistem yang akan dibangun tertata dengan baik,” sambungnya.
FGD diadakan Pusat Studi Betawi UIA dan Pengurus Pusat Keluarga Mahasiswa Betawi (PP KMB). Selain Yasmine, kegiatan ini mengundang Ketua SC Kongres Majelis Amanat Persatuan Kaum Betawi (MAPKB), Zainudin; tokoh Betawi sekaligus hakim militer MA, Brigjen Marwan Suliandi; Kaprodi Magister Ilmu Politik UMJ, Lusi Andriyani, dan Ketua Umum PP KMB, Ihsan Wildan. Selain itu, Ketua MAPKB, Marullah Matali, sebagai Keynote Speaker, dan anggota DPD RI asal Jakarta, Dailami Firdaus, memberikan sambutan.
Sementara itu, Brigjen Marwan menyampaikan, Lembaga Adat Betawi akan menjadi ketahanan nasional secara budaya jika ditinjau dari perspektif ketahanan budaya. “Apalagi, Indonesia dan khususnya Jakarta, orang Betawi sudah terbiasai berinteraksi dengan budaya-budaya lain.”
Lusi melanjutkan, Lembaga Adat Betawi secara politik dapat dimaksimalkan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki orang Betawi. Agar itu tercapai, dirinya menyarankan Lembaga Adat Betawi memperhatikan isu yang berkembang, terutama kebijakan-kebijakan yang mendukung berkembangnya institusi, dan menghindari konflik.
Adapun Zainudin menyampaikan, pihaknya tengah mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk pembentukan Lembaga Adat Betawi. “Pembentukan lembaga adat akan dilakukan melalui kongres adat pada 9-10 Juni nanti,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Dailami berpendapat, FGD ini bakal menjadi bagian dari rangkaian sejarah perjuangan masyarakat Betawi untuk maju dan bermartabat melalui masuknya Lembaga Adat Betawi dalam revisi UU 29/2007.
“Dalam Pasal 18B UUD 1945, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya. Maka, apa yang kita perjuangkan ini, agar Lembaga Adat Betawi masuk di dalam revisi UU 29/2007, harus diakomodasi,” urainya.
Di sisi lain, Marullah mengajak warga Betawi, khususnya yang sedang menempuh pendidikan tinggi, agar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkan budaya Betawi jika lembaga adat diakomodasi dalam beleid tersebut nantinya.
“Ini akan menjadi loncatan ke depan bagi anak- anak Betawi ke depan. Ibu kota yang baru akan ramai, tetapi Jakarta tidak akan pernah sepi,” ucapnya.
Sementara itu, Ihsan berharap mahasiswa Betawi kian bersemangat dalam pengembangan kebudayaannya ke depan. “Saya menginginkan untuk para mahasiswa Betawi tambah semangat bagi kemajuan Betawi.”
[…] sumber : INTIME […]