Dokter spesialis paru RSUD Cilicing, dr. Agung Prasetyo, Sp.P menyarankan, pasien asma berkumur usai menggunakan alat pelega saluran nafas (inhaler) untuk mencegah sariawan.
“Untuk mengeluarkan obat-obat yang menempel di mulut dan tenggorokan sehingga menghindari sariawan,” kata dia dalam seminar daring yang digelar Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam rangka memperingati Hari Asma Sedunia di Jakarta, Kamis (2/5).
Agung tak memungkiri saat obat dihirup dengan tujuan menuju paru ada kemungkinan sebagian yang menempel di mulut atau tenggorokan sehingga memunculkan efek seperti sariawan. Oleh karena itu dia mengingatkan pasien berkumur setelah menggunakan inhaler.
Lebih lanjut menurut dia, inhaler tidak akan menyebar ke jantung, liver, atau ginjal karena langsung menuju paru, berbeda dengan obat minum yakni masuk terlebih dulu ke kerongkongan, lambung, usus, disebarkan melalui jantung ke ginjal dan dibuang melalui urine (air kencing).
“Inhaler saat dihirup, seketika pula langsung mencapai saluran napas, dalam hitungan detik. Jadi respons yang ditimbulkan dalam hitungan menit, lega,” kata Agung dilansir dari Antara.
Dia menegaskan obat hirup tidak akan mempengaruhi jantung karena hanya sampai ke paru saja dan tidak menyebabkan ketergantungan seperti anggapan sebagian orang.
Namun, kelemahannya yakni lebih mahal dari sisi harga karena adanya alat khusus.
“Tetapi sebetulnya dengan skema BPJS melalui program rujuk balik itu sudah bisa dilakukan pemberian obat inhalasi, bisa dari puskesmas dan diambil obatnya di apotek yang bekerja sama dengan program rujuk balik,” kata dia.
Asma merupakan adalah penyakit kronis pada saluran napas yang ditandai oleh peradangan dan penyempitan saluran napas. Pada pasien asma, saluran napas menjadi sensitif terhadap berbagai rangsangan seperti alergen, udara dingin, polusi udara, atau aktivitas fisik.
Ketika terpapar oleh rangsangan tersebut, saluran napas mengalami peradangan yang menyebabkan pembengkakan dan produksi lendir berlebih, serta otot-otot di sekitar saluran napas menjadi lebih sempit. Akibatnya, aliran udara terbatas, mengakibatkan gejala seperti sesak napas, batuk, dan mengi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan sebanyak 57,5 persen pasien asma di Indonesia masih berisiko mengalami serangan asma.