Eks Anggota DPR Kritik Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Di Balik Senyum Rezim, Ada Jerit dan Darah yang Tak Pernah Pulang

Intime – Mantan anggota DPR RI Didi Irawadi Syamsuddin menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap ingatan sejarah dan nilai-nilai moral bangsa.

Menurut Didi, keputusan tersebut menunjukkan bahwa bangsa ini tengah kehilangan kejujuran dalam membaca masa lalunya.

“Di negeri ini, gelar pahlawan bisa lahir bukan dari perjuangan, tapi dari ingatan yang selektif dan sejarah yang dipoles rapi,” kata Didi dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/11).

Ia menegaskan bahwa bangsa yang terlalu sering melupakan luka masa lalunya akan mudah “memuja pelaku sebagai penyelamat” dan menjadikan penindasan sebagai catatan kaki sejarah.

“Bagaimana mungkin seorang penguasa yang membungkam rakyat ditimbang layak sebagai pahlawan—hanya karena membangun jalan dan menanam padi? Padahal itu hanya menguntungkan segelintir orang: oligarki, konglomerat, dan kroninya,” ujarnya.

Didi menilai, jika pembangunan yang tidak sepenuhnya membawa manfaat bagi mayoritas rakyat dianggap sebagai penebus dosa, maka “setiap tiran tinggal menunggu giliran untuk disambut karangan bunga di Taman Makam Pahlawan.”

Politisi Partai Demokrat ini juga menyinggung fenomena glorifikasi masa Orde Baru yang terus direproduksi melalui film dokumenter, museum, dan narasi nostalgia.

“Mereka yang dulu memerintah dengan bayonet dan bisikan intel, kini diromantisasi seolah stabilitas lebih berharga dari kebebasan, dan ketertiban lebih suci dari keadilan,” ucapnya.

Didi mengingatkan, di balik citra rezim yang tampak rapi dan stabil, terdapat sejarah kelam yang dipenuhi pelanggaran hak asasi manusia.

“Lupa bahwa di balik senyum rezim, ada darah, ada jerit, ada orang hilang yang tak pernah pulang,” tuturnya.

Ia menilai, keputusan pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bukan hanya menodai reformasi, tetapi juga berpotensi menyesatkan generasi muda.

“Bila bangsa ini terus menambal sejarah dengan kebohongan, maka anak cucu hanya akan mewarisi ingatan yang retak tentang pahlawan yang dibangun dari propaganda, tentang dosa yang dibungkus sebagai jasa,” katanya.

Menutup pernyataannya, Didi menegaskan bahwa pahlawan sejati bukanlah mereka yang berkuasa melalui ketakutan dan pembungkaman, melainkan yang berjuang untuk kebenaran dan keadilan.

“Pahlawan sejati tak lahir dari rasa takut, tak tumbuh dari pembungkaman, dan tak hidup dari puja-puji yang dibayar oleh kekuasaan. Pahlawan sejati adalah mereka yang menanggung derita demi kebenaran, bukan mereka yang membuat rakyat menderita atas nama stabilitas,” pungkas Didi.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini