Sejumlah kiai di Kota Surabaya, Jawa Timur, menyatakan tidak bersedia menjadi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya masa khidmat 2023-2024.
“Kami hanya mau menjadi pengurus NU berdasarkan amanah dari warga NU melalui ranting dan MWC dalam konferensi cabang, dan itu sudah terjadi dua tahun lalu. Itulah yang konstitusional,” kata KH Mas Mansur Tolchah dilansir dari Antara, Minggu (30/4).
Adapun para kiai yang merasa dicatut namanya dalam SK Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nomor 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023 tentang Susunan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya Masa Khidmat 2023—2024 di antaranya K.H. Abd. Mukhit Murtadlo, K.H. Mas Mansur Tolchah, K.H. Mas Sulaiman Nur, K.H. Kemas Abdurrahman, K.H. Mas Kamil Thobroni, K.H. M. Ishaq Muslih, dan K.H. Habib Abu Bakar.
Dalam rilis pernyataan yang diterima redaksi, mereka menyatakan akan tetap berkhidmat untuk kemaslahatan nahdiyin (warga NU) sesuai dengan cita-cita para muassis jam’iyah Nahdlatul Ulama, dan tidak bersedia menjadi pengurus PCNU Kota Surabaya yang ditunjuk oleh PBNU melalui SK nomor 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023.
Sebelumnya, pada tanggal 30 Ramadan 1444 Hijriah, PBNU telah melantik kepengurusan PCNU Kota Surabaya. Sebelumnya, pada bulan Oktober 2022 PBNU telah menurunkan tim karetaker PCNU yang ditugaskan untuk melakukan penataan organisasi dan menyelenggarakan konferensi.
Namun, sampai diperpanjang dua kali masa kerjanya, belum dapat melaksanakan tugasnya itu.
Oleh karena itu, PBNU lantas menurunkan SK Kepengurusan Definitif PCNU Surabaya periode 2023-2024. H. Umarsah, salah seorang pengurus harian PBNU yang sebelumnya adalah ketua karetaker, ditunjuk kembali. Kali ini sebagai ketua definitif PCNU bersama H. Masduki Toha sebagai sekretaris.
Penolakan para kiai tersebut, bagian dari polemik panjang yang menimpa PCNU Kota Surabaya. Pada awal tahun 2021 melalui tim karetaker, PBNU 2 tahun yang lalu sudah menyelenggarakan Konferensi Cabang NU dan menghasilkan susunan pengurus.
Hasil konferensi itu tidak ditindaklanjuti dengan pengesahan, sampai terselenggaranya Muktamar NU di Lampung. Setelah lebih dari 1,5 tahun sejak terbentuknya pengurus baru saat itu, Oktober lalu, PBNU menerbitkan SK karetaker, selanjutnya SK pengesahan kepengurusan definitif.
Menanggapi hal ini beberapa kiai dan warga NU menyatakan merasakan ada keanehan atau kejanggalan. Buntutnya, sejumlah kiai memberikan pernyataan tidak bersedia menjadi pengurus yang sudah ditunjuk oleh PBNU itu.
Sebelumnya, Wakil Sekjen PBNU H.M. Imron Rosyadi Hamid menegaskan bahwa SK 203/PB.01/A.II.01.45/99/04/2023 tentang Susunan Kepengurusan Definitif PCNU Surabaya Masa Khidmat 2023—2024 sudah sah dan sesuai peraturan.
“Itu susah sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan Peraturan PBNU No 2/XII/ 2022 sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi,” katanya.
Menurut dia, persoalan PCNU Kota Surabaya berawal dari Surat PWNU Jawa Timur No. 868/PW/A.II/L/III/2021 tanggal 2 Syakban 1442/16 Maret 2021 tentang Pelanggaran Penyelenggaraan Konferensi Cabang NU Kota Surabaya tanggal 6 Maret 2021.
Selain itu, juga berdasarkan rapat gabungan Syuriah dan Tanfiziah PWNU Jawa Timur pada tanggal 10 dan 13 Maret 2021 yang menyatakan bahwa Konferensi NU Kota Surabaya tersebut tidak sah dan mengusulkan kepada PBNU agar menata ulang Konferensi Cabang Kota Surabaya.
Surat PWNU Jawa Timur kepada PBNU tersebut ditandatangani K.H. Anwar Manshur (Rois), Drs. K.H. Syafrudin Syarif (Katib), K.H. Marzuki Mustamar (Ketua), dan Prof. Dr. Akh. Muzakki, Mag, Ph.D.
“Jadi, keputusan PBNU itu merupakan hasil keputusan Rapat Harian Syuriah dan Tanfiziah PBNU pada tanggal 21 Ramadan 1444 Hijriah dan bentuk tanggung jawab PBNU untuk terus menata ulang PCNU Kota Surabaya setelah Pengurus Karteker PCNU Kota Surabaya berakhir masa tugasnya tanpa penyelenggaraan konferensi cabang,” katanya.