Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menulik dugaan korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya. Bahkan, komisi antirasuah itu tidak akan membiarkan kesaksian dan fakta-fakta yang muncul mengenai dugaan aliran uang dan barang ke para pejabat.
Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto, mengaku, hal itu saat ditanyai mengenai dugaan pemberian sejumlah barang mewah dan uang dari pihak PT Amarta Karya kepada Dirut AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti.
“KPL masih mendalami perkara Amarta Karya, pemanggilan saksi masih terus dilakukan, kami tunggu proses yang masih berjalan,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis (20/6).
Sebelumnya, Kepala Bagian pemberitaan KPK Ali Fikri menegaskan, soal Polana akan dibuka di persidangan.
“Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim,” kata Ali Fikri beberapa waktu lalu.
Pada proses pemeriksaan saat itu, penyidik mencecar Polana mengenai aliran uang hasil korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya. Diduga, hasil korupsi itu mengalir ke sejumlah kegiatan perusahaan. Ali Fikri belum bisa membeberkan secara rinci kegiatan perusahaan yang dimaksud.
“Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini,” kata Ali Fikri.
Polana diduga menerima barang mewah, seperti sepeda Brompton dan jam Rolex serta sejumlah dana dari PT Amarta Karya. Dikonfirmasi itu, Ali menyebut akan mengonfirmasi kepada penyidik.
“Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK,” imbuhnya.
Catur diduga memerintahkan Trisna dan pejabat bagian akuntansi Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadinya. Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Trisna bersama sejumlah staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.
KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna. Beberapa di antaranya, proyek Rumah Susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, proyek Gedung Olahraga Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran (Unpad). Akibat dugaan korupsi ini, keuangan negara menderita kerugian sekitar Rp 46 Miliar.
Siapa yang menjadi fokus dalam pemeriksaan terkait dugaan aliran uang dan barang dari PT Amarta Karya? kunjungi Telkom University