Sengkarut kelangkaan minyak goreng dinilai perlu mendapatkan perhatian khusus. Pangkalnya, berimbas pada melonjaknya harga.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, menegaskan, kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang baru diterbitkan membutuhkan waktu agar bisa mengurai kekisruhan distribusi minyak goreng. Kebijakan ini juga membutuhkan konsistensi pelaksanaan dan pengawasan di lapangan.
Hilangnya disparitas harga dalam dan luar negeri, produsen akan memilih mendistribusikan produknya di pasar lokal. Sehingga volume yang memadai akan memastikan turunnya harga ke level wajar dan bisa diterima masyarakat.
Kemudian dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) bersubsidi, minyak curah yang terhitung murah turut menyeimbangkan pasokan, memperbanyak pilihan bagi masyarakat. “Kuncinya pada pengawasan dan konsistensi,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/3).
Pada tahap awal, kata Budi, pencabutan HET minyak kemasan akan memulihkan distribusi di pasar namun disertai kenaikan harga yang signifikan. Gejala itu akan mereda saat hukum pasar supply and demand berlangsung. “Sehingga, akan ada equilibrium harga ke level wajar dan tidak memberatkan masyarakat.”
Budi juga menjelaskan Permendag 11/2022 itu mengatur harga eceran tetinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan mengikuti nilai keenomian di pasar. Pemerintah memutuskan menyerahkan harga minyak goreng (migor) ke mekanisme pasar.
Namun, memberikan subsidi bagi minyak goreng curah dengan eceran tertinggi Rp14.000 per liter. Ketentuan baru itu mulai berlaku pada 16 Maret 2022.
“Dengan ketentuan baru ini, pemerintah berharap pasokan minyak goreng di pasar domestik bisa lancar dan tidak lagi terjadi kelangkaan. Meski dengan konsekuensi harga naik, mengikuti keekonomian pasar,” tuturnya.